Anak adalah aset pemakmur masjid

71

Anak adalah aset pemakmur masjid

Pada tanggal 23 juli diperingati sebagai hari anak nasional.
hari anak diperingati sebagai kepedulian optimalnya tumbuh kembang di masa yang akan datang. Anak-anak adalah aset masa depan bangsa yang besar, melalui didikan yang cerdas dan berjiwa besar, akan menjadikan anak sebagai pemimpin masa depan bangsa Indonesia.

namun bagaimana jika kondisi anak mengalami mental yang lemah sebelum mereka besar? Tentu itu yang sangat kita khawatirkan.

ada cerita menarik di sebuah masjid pedesaan. Masjid merupakan tempat sarana beribadah umat muslim. di masjid tersebut terdapat banyak anak kecil yang berusia sekitaran 3-5 tahun. disana mereka bercanda, bermain hingga masjid tak kondusif untuk beribadah. Namun mereka sekejap terdiam dan hening ketika seorang kakek datang menghampiri. mereka dimarahi, ditunjuk sembari mata melotot, dibentak hingga diusir pulang.

memang baik niat kakek tersebut melakukan itu agar masjid menjadi kondusif dan nyaman untuk beribadah. Namun apakah perasaan seorang anak kecil bisa menerima tindakan tersebut? Tentu tidak. Mereka seakan terpukul hatinya, mentalnya diperlakukan seperti itu. Bagaimana jika anak tersebut enggan kembali ke masjid? Enggan meramaikan masjid? Tentu itu yang dikahawatirkan. Toh masjid bukan hanya tempat untuk sholat kok.

Zaman nabi Muhammad SAW, masjid dipakai untuk bermusyawarah, berdiskusi dan strategi perang. Ketika waktu kecil saya juga meramaikan masjid dengan teman-teman sebaya walaupun hanya dengan bermain disana. Wajar kok anak-anak bermain disana karena mereka tidak tahu etika di dalam masjid.
ada beberapa cara yang harus dilakukan agar anak-anak kondusif didalam masjid. Pertama, peringati anak-anak tersebut dengan berkata baik, jangan langsung dibentak.

Karena, dalam psikologi perkembangan anak, anak umur 3-5 tahun adalah tahapan initiative dan guit. Pada tahapan ini orang tua bisa memberi tahu dan mengajarkan anak jika melakukan kesalahan. anak akan belajar untuk memecahkan suatu masalah dari perasaan bersalah yang ia rasakan. Kedua, dampingi anak bersama orang tua. Orang tua akan memberi stimulus kepada anak apabila orang tua tersebut mengawasi secara langsung apa yang anak perbuat. Anak akan enggan bercanda dengan temannya apabila terus di awasi oleh orang tua, meskipun dalam hati anak ingin sekali bermain. Ketiga, ajari secara bertahap etika didalam masjid. Berikan edukasi kepada anak tentang etika-etika didalam masjid. Beritahukan kepada anak bahwa masjid merupakan tempat untuk ibadah.

oleh : Muhammad Sofwan
“Kader PMII Rayon Tarbiyah Komisariat UIN SGD Cabang Kabupaten Bandung”