Aktualisasi Santri Dalam Pembangunan Nasional

740

Oleh : Dhilla Nuraeni Azzuhri
Presiden Joko Widodo menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional melalui Kepres No 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri.

Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa jasa para ulama dan santri terhadap bangsa sangat besar, para santri berani mengorbankan nyawanya untuk memperjuangkan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Dalam isi deklarasi tersebut juga dijelaskan bahwa Hari Santri Nasional digelar untuk mengenang dan meneladani serta melanjutkan peran para ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan NKRI serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa.

Tanggal tanggal 22 Oktober tanggal bersejarah. Tanggal di mana Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, pendiri NU, memaklumatkan fatwa yang tersohor yang disebut Resolusi Jihad sehingga menginspirasi perlawanan yang diprakarsai oleh laskar kiai dan santri melawan Pasukan Sekutu (NICA) pada tanggal 10 November 1945. Tanggal ini dipilih karena mempresentasikan subtansi kesantrian, yakni spritualitas dan patriotisme dalam rangka melawan penjajah.

Kaum santri merupakan representasi bangsa pribumi dari kalangan pesantren yang sangat berjasa membawa bangsa ini menegakkan kemerdekaan melalui Resolusi Jihad. Resolusi Jihad dianggap sebagai seruan penting yang memungkinkan Indonesia tetap bertahan dan berdaulat sebagai negara dan bangsa.

Inti daripada Resolusi Jihad ini adalah bahwa membela Tanah Air dari penjajah hukumnya fardlu’ain (wajib) bagi setiap individu, kemudian Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari pun mengungkapkan sebuah ujarannya dengan bahasa arab, “Hubbul Wathon Minal Iman” yang kini banyak yang menganggap ujaran tersebut adalah hadits.

Kata “santri” menurut Nurcholish Madjid dapat dilihat dari “santri” yang berasal dari perkataan“sastri”, bahasa Sanskerta yang artinya melek huruf. Dan dii sisi lain, Zamkhsyari Dhofier mengatakan bahwa kata “santri” dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.

Dari Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata santri mengandung beberapa pengertian, yaitu (a) orang saleh, orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh dan (b) yaitu “cantrik”, yang dalam bahasa jawa berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru itu pergi. Sehingga menurut para ahli, pengertian “santri” adalah panggilan untuk seseorang yang sedang menimba ilmu pendidikan agama Islam selama kurun waktu tertentu dengan jalan menetap di sebuah pondok pesantren.

Kompetensi Santri tidak terlepas dari Pondok Pesantren tempat mereka menempa ilmu. Tercatat di Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama bahwa jumlah santri pondok pesantren di 34 provinsi di seluruh Indonesia, mencapai 3,65 juta yang tersebar di 25.000 pondok pesantren (Kemenag data 2011).

Jumlah tersebut terus bertambahnya setiap tahun. Jumlah santri ini merupakan potensi luar biasa dan dapat menghasilkan dampak besar bagi pembangunan bangsa jika program dan kegiatan para santri dikelola dengan sistem yang baik.

Pondok Pesantren merupakan tempat dimana para santri belajar, sebagian masih menerapkan pendidikan tradisional, namun banyak juga sudah menggunakan standard pendidikan modern, sehingga tidak kalah bersaing dengan pendidikan yang ada di sekolah umum.

Pendidikan di lingkungan pondok pesantren sebagai salah satu ujung tombak bagi terlaksananya sistem pendidikan agama Islam yang baik dan benar serta pencipta SDM dengan motivasi, jiwa kepemimpinan, akhlak serta intelektual yang tinggi. Sudah terbukti bahwa Pondok pesantren mampu melahirkan tokoh-tokoh Islam yang sukses, sehingga sistem pendidikan tidak perlu dibedakan dengan sekolah umum karena memiliki tujuan yang sama yakni bagaimana menciptakan kader pemimpin masa depan bangsa yang memiliki kepribadian yang luhur.

Pendidikan di pondok pesantren secara umum adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang memiliki tanggung jawab tinggi di hadapan Allah sebagai khalifah sehingga harus memiliki sikap, wawasan, pengamalan iman, akhlakul karimah, tumbuh kemerdekaan, demokratis, toleran, menjunjung hak asasi manusia, berwawasan global yang berdasarkan ketentuan, tidak bertentangan dengan nilai dan norma Islam.

Sedangkan misi pendidikan pondok pesantren secara umum adalah menuju masyarakat madani, melalui pendidikan yang otonom, luwes namun adaptif dan fleksibel.

Proses pendidikan yang dijalankan bersifat terbuka dan berorientasi kepada kepentingan bangsa, diselenggarakan secara global, memiliki komitmen nasional dan bertindak secara lokal sesuai dengan petunjuk Allah serta Rasul-Nya menuju keungulan insan kamil.
Santri memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan lulusan dari sekolah umum, khususnya pengetahuan dan kecerdasan di bidang spiritual dan akhlak.

Bila dikaitkan dengan kasus kriminal yang marak terjadi di Indonesia, maka mendorong para santri untuk meningkatkan peran mendongkrak keberhasilan pembangunan Indonesia menjadi satu faktor penting yang perlu dipertimbangkan.

Kini saatnya pemerintah perlu memberi ruang yang cukup, termasuk iklim kondusif kepada para santri dan pesantren agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan.

Pesantren tidak cukup hanya menciptakan para santri yang memiliki kompetensi tinggi tetapi juga harus mampu menciptakan produk kreatif dan inovatif yang dapat dikontribusikan ke ranah industri bernuansa islami.

Para santri perlu dibekali dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), agar dapat menjawab berbagai masalah yang terjadi di masyarakat seperti pemberdayaan masyarakat, pengentasan kemiskinan, pembangunan karakter yang jujur, berkhlak mulia, motivasi tinggi, tahan malang serta cerdas dan kreatif.

Bahkan harus mampu berpartisipasi dalam pembangunan lingkungan strategis seperti pembangunan di bidang ekonomi, lingkungan hidup, kemanan kedaulatan negara, dan budaya.

Untuk itu dalam kerangka mengimplementasikan Resolusi Jihad dalam pembangunan bangsa, maka pesantren perlu memperkuat tiga hal penting, yaitu pengembangan kelembagaan pesantren, sumberdaya, dan jaringan pesantren. Santri setulus hati membangun negeri.
Selamat hari santri.