15 Ramadlan, Apa Persoalannya?

72

15 Ramadlan, Apa Persoalannya?

Oleh: Taufik Hidayat (UCE)

Berangkat dari dua orang penceramah yang ahli dalam spesialis kiamat sehingga mereka disebut-sebut sebagai ustadz akhir zaman, begitu kiranya sebagian orang menyebutnya. Dengan ceramah-ceramahnya yang viral tentang qiyāmah yang, menurutnya “sebentar lagi terjadi” membuat hati kita merinding seketika mendengarnya. Bahkan tak sedikit, mereka memakai metode cocoklogi dalam menyampaikan ceramahnya. Berkat ceramah-ceramahnya tersebut ribuan umat berhasil dibuat takut oleh mereka. Sampai-sampai masjid yang sudah dibangun oleh seorang insinyur yang brilian sekaligus jadi gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, diusung oleh rakyat supaya masjid tersebut diruntuhkan karena dianggap bentuknya yang menyerupai tanda-tanda yang ada pada Dajjal.
Lalu bagaimana dengan ceramahnya yang terbaru yang, menggembor-gemborkan hadis bahwa, apabila pertengahan Ramadhan itu malam Jum’at maka, akan terjadi dukhān atau bahkan akan turun meteor. Redaksi hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut:
قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” يَكُونُ صَوْتٌ فِي رَمَضَانَ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ فِي أَوَّلِهِ أَوْ فِي وَسَطِهِ أَوْ فِي آخِرِهِ؟ قَالَ: بَلْ فِي النِّصْفِ مِنْ رَمَضَانَ إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْجُمْعَةَ، يَكُونُ صَوْتٌ مِنَ السَّمَاءِ يُصْعَقُ لَهُ سَبْعُونَ ألفا، ويخرس سَبْعُونَ أَلْفًا، وَيُعْمَى سَبْعُونَ أَلْفًا، وَيُصَمُّ سَبْعُونَ أَلْفَا.
“Rasulallah saw bersabda: akan ada suara pada bulan Ramadhan, para sahabat pun bertanya: apakah di awal, pertengahan, atau di akhir Ramadhan wahai Rasulallah saw? Rasulallah menjawab: di pertengahan (tanggal 15) bulan Ramadhan, itu terjadi apabila malam pertengahan tersebut adalah malam jum’at, suara tersebut datangnya dari langit. Suara tersebut dapat mengguncangkan, membutakan dan membuat tuli tujuh puluh ribu orang”.

Sebetulnya redaksi hadis tersebut masih panjang, namun penulis hanya mencantumkan bagian yang paling urgen saja. Adapun maksud suara yang terdapat dalam hadis tersebut ada yang memaknainya dengan dukhān, ada juga yang memaknainya dengan meteor. Tapi yang menjadi tanda tanya dalam benak kita adalah; apakah hadis tersebut benar-benar kredibel atau tidak? Nah di sinilah peran penting Ilmu Hadis ikut bermain, dalam Ilmu Hadis tidak semua hadis itu kualitasnya kredibel.

Ditinjau dari segi kualitas hadis itu terbagi menjadi 3, ada hadis shahíh, hasan dan yang terakhir dhaif. Nah kita harus tahu dulu kualitas dari hadis diatas masuknya kemana? Ternyata usut punya usut hadis tersebut ada di kitabnya Imam Ibnu Jauzi yang diberi nama al-Maudhuat. Dalam kitab tersebut hadis itu diberi komentar lā Yasihu. Kira-kira apa maksudnya? Maksudnya jika suatu hadis dikomentari lā Yasihu berarti dari segi matan (isi) hadis tersebut memenuhi salah satu atau beberapa kriteria persyaratan yang terdapat dalam hadis shahíh, namun para perawi (yang meriwayatkan hadis) dalam tingkatan sanad itu gugur atau berdusta.

Sedangkan menurut imam Ibnu Hajar jika suatu hadis dikomentari lā Yasihu maka otomatis hadis tersebut disebut sebagai hadis maudlu’ (palsu). Bahkan sebagian ulama mengatakan hadis maudlu itu tidak bisa disebut sebagai hadis, karena itu hanyalah info yang sengaja dibuat-buat oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Adapun hukum mengamalkan ataupun menyebarluaskan hadis maudlu itu dilarang, mengambil hujah dari sabda Nabi saw:
من كذب عليّ متعمدا فليتبوّأ مقعده من النار
“Barangsiapa yang berbohong atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di Neraka”.

Sekarang fokus kita tertuju kepada para perawi yang ada di atas tadi. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Muhammad bin Nasir, dari Abu Ali Hasan bin Ahmad al-Hadad, dari Abu Nu’aim al-Hafidz, dari Sulaiman bin Ahmad at-Tabrani, dari Ahmad bin Abdul Wahab bin Najdah, dari Abdul Wahab ad-Dahak, dari Ismail bin Ayyas al-Auza’I dari Abdah bin Abi Lubabah, dari Fairuz.

Dalam rawi tersebut ada yang namanya Abdul Wahab ad-Dahak (al-Aqili) yang mana Imam al-Atiqi menilai hadisnya matruk–yakni hadisnya ditinggalkan karena perawi dituduh sebagai pendusta, menurut Ibnu Hibban ia adalah seorang pencuri hadis yang mana hadisnya tidak bisa dijadikan hujah. Sedangkan imam al-Darqutni menilai hadisnya al-Aqili Munkar–yakni perawi tersebut fasik.

Kemudian ada nama Ismail yang dinilai dhaif. Kemudian Abdah bin Abi Lubabah tidak pernah melihat (bertemu) dengan Fairuz. Dan Fairuz tidak pernah bertemu dengan Nabi Saw. yang selanjutnya ternyata hadis tersebut juga diriwayatkan oleh hamba sahayanya Khalil –yang dinilai sebagai pendusta hadis–dari Muhammad bin Ibrahim al-Bayadi dari Yahya bin Sa’id al-Attar dari Abi al-Muhajir dari al-Auza’I yang, mana keseluruhan nya dinilai dhaif atau lemah.

Jelas, jika melihat para perawi yang terdapat dalam hadis tersebut banyak yang kredibilitasnya dipertanyakan. Maka, hadis yang menceritakan bahwa ketika malam pertengahan Ramadlannya malam Jum’at maka akan ada dukhān atau meteor dan sebagainya itu tidak bisa dijadikan sandaran pengetahuan bagi kita karena memang hadis yang dipakai itu adalah hadis palsu.

Sebuah Sikap
Kawan-kawan yang dirahmati oleh Allah subhānahū wa taāla yang namanya kiamat itu pasti terjadi, namun, hanya Allah lah yang tahu kapan waktunya. Kita tidak bisa menentukan kapan, tahun berapa, bulan apa, tanggal berapa kiamat itu terjadi, itu semua adalah rahasia Allah sebagaimana Allah berfirman dalam surah Taha ayat 15:
إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى
“Dan bahwasanya saat kiamat itu pasti datang dan akan Aku rahasiakan untuk memberi pembalasan kepada setiap diri menurut apa yang telah diusahakannya”.
Yang paling penting bagi kita sekarang adalah mengimaninya dan mempersiapkan bekal yang sebanyak-banyaknya untuk hari tersebut dengan banyak beramal shālih, tingkatkan ibadah dan kurangi maksiat. Semoga Allah mengampuni dosa kita semua dan memasukan kita ke tempatnya yang paling mulia bersama para nabi, para ulama dan para kekasih Allah Swt. Amin Ya Robal Alamin…