Total Toleransi Gus Dur

507

Oleh : Rangga julian

Persoalan Intoleransi seakan menjadi keresahan bangsa ini yang sejak lama menjungjung tinggi nilai kebhinekaan. Fenomena kekerasan atas nama agama dan kebijakan Negara yang cenderung diskriminatif terhadap kaum minoritas selalu hadir dalam kehidupan keberagaman masyarakat Indonsia akhir-akhir ini, seperti pembubaran KKR Natal di Sabuga Bandung dan pelarangan aktifitas Ahmadiyah disejumlah daerah.

Memperhatikan perkembangan tersebut, seakan bangsa ini krisis figur tokoh yang dapat dijadikan suri tauladan  bagi masyarakat yang plural ini. Maka mengkaji biji Pemikiran salah satu tokoh panutan kehidupan bangsa ini yaitu K.H Abdurahman Wahid (Gusdur) adalah niscaya ditengah krisisnya hidup toleransi saat ini.

Gusdur merupakan salah satu bapak bangsa yang menjunjung tinggi semangat toleransi beragama. Salah satu statement menarik yang  dilontarkan oleh Gusdur dianataranya “tidak peduli apa agamamu atau sukumu, kalau kamu melakukan sesuau yang baik orang tidak akan bertanya apa agamamu”. Hal tersebut dapat kita maknai selama kita bersikap baik dan toleran terhadap perbedaan, orang tidak akan melihat kita dalam bingkai agama apapun, tapi melihat kebaikan kita sebagai manusia.

Umat beragama selayaknya menjadikan sosok Gusdur sebagai suri tauladan beragama dan menggemakan nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa maupun bernegara. Fenomena kekerasan kaum intoleran semakn menyebar, tidak hanya melakukan tindak kekerasan direct (Langsung) akan tetapi kekerasan in direct dengan menanamkan sifat intoleran dalam pkiran anak muda agar melakukan tindakan intoleran.

Menurut Gusdur dalam toleransi kita tidak hanya saling menghormati dan menghargai, namun saling memahami satu sama lain dalam suatu hubungan yang setara. Apabila kita sudah saling memahami akan adanya perbedaan, maka nilai toleransi tidak hanya menjadi kata mutiara saja tetapi menjadi “Mutiara Budaya” dalam kehidupan beragama.

Merawat toleransi sangat penting untuk menciptakan keharmonisan hubungan antara umat beragama. Karena apabila sudah retak maka akan sulit dipulihkan kembali. Menurut Gusdur penting untuk mengembangkan emosionalitas yang tulus dan berkepanjangan dalam kehidupan beragama, sehingga akan terbangun rasa saling memiliki diantara perbedaan yang ada.

Sumbangsih Gusdur dalam membangun kehidupan toleransi begitu total, seperti yang dilakukan Gusdur saat menjadi Presiden dengan mengakui Konghucu sebagai salah satu Agama dan juga menjadikan hari raya Imlek sebagai hari Nasioal Indonesia. Gusdur mengamalkan konsep toleransi sebagai kekayaan Budaya dengan harapan nilai-nilai ini terus mewarisi terhadap seluruh generasi bangsa Indonesia.

Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam UIN Bandung, Aktif di Komunitas Sahabat Lintas Iman (SALIM) dan PMII Kabupaten Bandung