Semua ini Salah Siapa?

113

Semua ini Salah Siapa?

Pasca gemparnya bumi Nusantara semenjak viralnya pidato Basuki Tjahya Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 lalu, gemuruh pecikan Takbir dan “Bela Islam” tak habis gerogoti pikiran picik sebagian dari jamaat alumni yang ikuti aksi demo pada 2 Desember 2016 lalu (atau yang sering disebut dengan demo 212).

Mendadak viralnya video yang dikalim sebagai bentuk “Penistaan” terhadap kepercayaan yang dianut oleh mayoritas dominan di Indonesia ini tak lepas dari sosok Buni Yani. Dia merupakan dalang utama dari aksi-aksi yang ada setelahnya. Buni Yani merupakan aktor yang telah memviralkan video pidato Ahok dengan membumbuinya sesedap mungkin supaya Ahok tak jadi mencalon sebagai Guberur DKI untuk yang ke-2 kalinya. Dengan berbekal pikiran picik, akhirnya video tersebut viral dan menjadi pro-kontra berbagai kalangan mulai dari Politisi, Ulama, Tokoh Agama, Advokat hingga ke rakyat biasa. Tentu pro-kontra ini menimbulkan inisiatif politik bagi para politikus picik untuk menurunkan kredibilitas Ahok di mata rakyat dan hukum.

Berbagai caci-maki dilontarkan sebagai tanda kebencian kepada Ahok yang dituduh sebagai penista. Padahal, penista yang sesungguhnya ialah orang yang menggunakan Agama sebagai bumbu sedap dalam berpolitik praktis yang mana dalam mendapatkan kekuasaan seseorang berani melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama, salahsatunya adalah dengan menfitnah lawan politiknya. Namun bagi politisi picik, segala macam cara adalah halal demi meraih jabatan dan kuasa tertinggi.

Keberhasilan Buni Yani memviralkan video itulah yang di kemudian hari menjadikan Ahok terancam pidana selama 2 tahun penjara. Video itu pula yang juga telah menghantarkan sosok Buni Yani mendekam di Bui selama 1,5 tahun.

Semenjak saat itu, orang-orang, tokoh, partai dan golongan yang mendukung Basuki Tjahya Purnama dicap sebagai “Pendukung Penista”, dicaci-maki, di fitnah dan selalu dilecehkan seakan golongan tersebut selalu salah dimata masyarakat. Sejak saat itu pula hoax bebas berkeliaraan kesana kemari, isu penistaan agama menjadi booming, isu kebangkitan PKI menjadi bahan pembicaraan sana-sini. Namun yang perlu dipertanyakan, mana bukti otentik yang dapat dipertanggungjawabkan dari semua isu hoax tersebut ?.

Mayoritas masyarakat yang telah muak mendengar caci-maki, hoax dan segalamacam bentuk perpecah-belahan di negara ini berinisiatif untuk merangkul kembali kesatuan dalam bernegara berdasarkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Mereka menyebutkan, bahwasanya perbedaan bukanlah suatu permasalahan besar yang menjadikan manusia saling membenci dan saling memusuhi. Perbedaan itulah yang membuat Indonesia kuat. Sehingga pada saat itu, munculah berbegai komunitas kecil yang disebut dengan komunitas-komunitas penyatu perbedaan, juga “Anti Hoax dan Fitnah”.

Namun mirisnya, walaupun telah banyak komunitas Anti Hoax bahkan banyak pakar Anti hoax yang ada, hoax tetap saja menyebarluas ke seluruh elemen penjuru Nusantara. Banyak kasus per-hoax-an yang telah terjadi, memakan banyak korban dan pelakunya telah mendekam di Bui. Seperti Jonru Ginting, misalnya. Dia menjadi salahsatu “Korban” per-hoax-an yang telah menjadi mindset kaku di dalam pikirannya. Ia menjadi tersangka ujaran kebencian melalui sosial media dan mendekam didalam kurungan Bui selama 1,5 tahun. Selain Jonru, banyak tersebar “Aktivis” per-hoax-an di sosial media yang telah tercyduk Polri dengan team Cyber Crime-nya. Sindikat SARACEN misalnya, salahsatu sindikat per-hoax-an besar ini menerima pesanan berita hoax dan provokatif yang menyangkut isu SARA serta fitnah. Tak tanggung-tanggung satu kali mendapat pesanan, omset mereka hingga puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Mereka juga memiliki banyak akun sosial media yang menjadi sarana menyebarluaskan berita hoax tersebut kepada para pegiat sosial media.

Contoh yang baru saja terjadi, adalah penangkapan para “Aktivis” MCA (Muslim Cyber Army) yang mana mereka berkerja untuk “Membela Islam” namun dengan cara yang salah, yakni dengan menyebarluaskan konten-konten negatif yang berdampak negatif dan perpecahan bagi kesatuan di Indonesia. Polri telah menetapkan 14 orang selaku admin serta anggota dari grup WA “The Family of MCA” sebagai Tersangka, salahsatu dari mereka masih dalam proses pengejaran di Luar Negeri.

Melihat kejadian dunia per-hoax-an dan permusuhan mengatasnamakan ras, golongan, kepercayaan dan lain sebagainya yang terjadi di negara ini, pastilah timbul satu pertanyaan besar di dalam pikiran kita. “Lalu sebenarnya ini salah siapa?” begitu kiranya.

Semua orang yang “Waras” tentulah dapat mengambil kesimpulan dari kasus per-hoax-an dan perpecahan yang terjadi selama kurang lebih 2 tahun ini dengan menggunakam logika sehat tanpa setitikpun rasa dendam dan kebencian. Karena kebencian adalah salahsatu perbuatan syetan yang akan terus menggerogoti hati manusia. Maka, jauhilah rasa benci dan dendam.

Salam Perasaudaraan
Salam Waras
Vinanda Febriani. Borobudur, 4 Maret 2018.

Suka?
Berita SebelumnyaBegini Cara Melawan Hoaks
Berita SelanjutnyaBAI’AT