Semakin Sepuh Semakin Ampuh

385

OLeh: Nizar Maulana Malik

Tidak hanya Gus Dur, di NU semua kiyai sepuh terkadang melakukan tindakan yang membingungkan kalangan internal nahdliyyin, Dalam kesempatan kali ini, mari kita amati beberapa tindakan kiyai sepuh NU, untuk dijadikan bahan pelajaran bersama.

Dahulu pernah ada sidang pleno PBNU menyikapi aliran Ahmadiyah,Pada tahap sidang komisi, para anggota sepakat menilai bahwa aliran Ahmadiyah adalah “Aliran sesat dan menyesatkan”, Selain masalah isi ajarannya, secara historis aliran Ahmadiyah di duga dibentuk dan danai intelijen Inggris, Ahmadiyyah Sengaja dibentuk pada tahun 1888 M, karena situasi saat itu ada huru-hara di India, Ada gerakan bawah tanah untuk pemisahan diri dan membuat negara Islam bernama Pakistan.

Tapi, di level sidang pleno, yang dipimpin Ro’is ‘Aam PBNU secara langsung, dan didampingi beberapa kiyai sepuh lainnya, hasil sidang komisi tersebut diubah. KH. Sahal Mahfudz menasehati para anggota sidang komisi, “Jangan menggunakan bahasa caci-maki. Kita perhalus bahasanya.” Kemudian KH. Sahal Mahfudz mendikte redaksi kata-katanya: Aliran Ahmadiyah adalah aliran agama Islam yang ditolak oleh umat Islam internasional.

Sepintas tidak ada beda, tapi kalau kita cermati maksud Mbah Sahal, ada ilmu hikmah yang bisa kita petik, Bahasa caci-maki menunjukkan aroma kebencian. Jika para elit PBNU menggunakan redaksi bahasa caci-maki, bisa “habis” orang-orang Ahmadiyah. Mbah Sahal adalah seorang alim ulama yang arif, jadi jarak pandangannya sudah jauh ke depan.

Bahasa caci-maki melahirkan kebencian, sedangkan kebencian melahirkan ketidakadilan. Orang yang sudah benci dari awal, tidak mungkin bisa bersikap adil. Niat awal hanya memberitahu warga NU bahwa aliran Ahmadiyah bukanlah termasuk Islam, jatuhnya nanti malah peristiwa penyerbuan dan pengrusakan. Maka dari itu, Mbah Sahal dan para kiyai sepuh lainnya sepakat untuk menggunakan redaksi bahasa yang halus. Sesuatu yang diawali bersinar akan berakhir dengan bersinar pula.

Untuk menjaga nahdliyyin dari aliran Ahmadiyah, Mbah Sahal menggunakan redaksi bahasa berupa “kalimat berita” Jelas maksudnya, tapi tidak keras. Kalimat berita berbeda dengan kalimat opini. Kalau Anda belajar ilmu jurnalistik, anda bakal tahu bedanya, alimat opini pasti membawa kata sifat, Tidak mungkin aliran Ahmadiyah diberi kalimat opini bersifat positif, jadi Mbah Sahal memilih redaksi bahasa berupa kalimat berita saja.

Pendapat Mbah Yai Sahal Mahfudz diperkuat oleh pendapat kiyai sepuh NU lainnya. Mbah Yai Maimun Zubair menasehati agar nahdliyyin mendakwahi para pengikut Ahmadiyah. Jangan dikejar-kejar dan dipukuli, tapi didakwahi, Dakwah itu artinya mengajak,Tentunya dakwah ala Rasulullah SAW, yaitu dakwah yang dilandasi rasa kasih sayang dan penuh kelembutan

Mbah Maimun sama persis dengan Mbah Sahal, adalah alim ulama yang arif. Mbah Maimun menasehati demikian, karena pada dasarnya para penganut aliran Ahmadiyah adalah orang yang ikut-ikutan saja. Banyak di antara mereka yang tidak memiliki kitab karangan Mirza Ghulam Ahmad.

Ibaratnya calo armada bus, kalau cara mengajaknya penuh keramahan dan kesabaran, pasti yang diajak mau menurut. Tapi, kalau cara mengajaknya seperti preman terminal, para penganut aliran Ahmadiyah justru lari dari cahaya NU Kata Mbah Yai Maimun, aliran Ahmadiyah sebenarnya hanya masalah beda nabi penutupnya siapa, jadi sangat mudah ditarik kembali, kalau betul caranya dakwah.

Untuk Mbah Yai Sahal dan Mbah Yai Maimun, Lahuma Alfaatihah.