Sajadah Kaum Muda

121

Oleh : Emay A. Maehi
Mengapa saya menggunakan kosa kata sajadah utk menulis tulisan lepas pada kesempatan kali ini.

Itu semata-mata agar ada spiritualitas dalam memahami kondisi kekinian yg pasti membuat siapapun mengernyitkan dahi apabila merasakan perubahan teknologi yg begitu cepat.

Baru beberapa tahun ke belakang kita merisaukan buah hati yang sekolah di luar kota.

Sebab jangankan untuk bertemu untuk bicara menanyakan kabar melalui telpon susahnya minta ampun.

Dibutuhkan sarana kecepatan komunikasi dengan memanfaatkan kartu pos, telegram atau sejenisnya. Namun Hari ini, kebutuhan itu sudah terjawab cukup dengan memijit angka-angka di layar handphone, wajah masing – masing terlihat dilayar melalui video call.

Masalah yang menjadi perhatian kita dimana? Persoalan yang menghadang kita adalah,teknologi dan perkembangannya merupakan arus besar karya anak manusia yang harus dan dipaksakan utk dipergunakan sebagai sarana ta’aruf (meminjam istilah bahasa arab) untuk saling kenal mengenal dan berinteraksi hubungan antar manusia dibelahan bumi.

Kita menjadi manusia yang memiliki banyak teman,kendati belun pernah bertatap muka. Sehingga mengabaikan penilaian objektif, Kita menjadi konsumeris baru dari kebutuhan keseharian dan instan yg cukup memesan dengan online, maka kebutuhan yang kita perlukan terhidangkan tanpa harus kita tahu proses produksinya.

Situasi inilah, yg diperlukan oleh kita untuk kritis terhadap keadaan. Manusia tidak lah harus kita kenal secara individu sepenuh-penuhnya. kita dapat dapat memberikan adjutsmen hanya lewat tutur tulisan dan penampakkan wajah yang bisa saja itu dipalsukan.

Jadi tidaklah harus kita mempercayai sepenuhnya agar kita tidak keliru dalam mengambil kesimpulan. Ajaran agama dan kebudayaan menjadi cukup dinilai dengan tampilan kreatif siluet yang indah menarik garis.

Padahal dalam meyakini suatu keyakinan dan kebudayaan dibutuhkan kedalaman rasa dan kematangan intelektual. Kita tidak perlu berontak melihat keadaan ini, karena dipastikan kita kalah. Tapi kita juga tidak boleh mensandarkan apa yang menjadi hakikat ke-egoan kita dalam meramu diri agar menjadi manusia insan kamil dan ketaajuban terhadap tradisi yang kita geluti lantas kita serahkan kepada monster ganas dan buas, hakni tangkai rapuh berbagai pemikiran dan karya orang lain yg kita kenal di ruang hampa dan maya.

Yg sehat dan waras bung.!!!kita harus bangga dengan kemerdekaan yang kita miliki,
Selamat Hari Sumpah Pemuda,
28 oktober 2017.