Raja Salman dan Generasi Overdosis Politik

721

Oleh : Idham Kholid (Sekretaris Pimpinan Cabang GP Ansor Kabupaten Garut)

Selama hampir sepuluh hari, Raja Salman akan tinggal di Indonesia. Penulis yakin, ini adalah kunjungan yang sangat lama untuk ukuran kepala Negara. Apalagi ini Raja. Yang hampir empat puluh tujuh tahun absen tidak mengunjungi Indonesia. Lebih fenomenal lagi, rombongan Raja. Seribu lima ratus orang menemani, empat belas menteri dan puluhan pangeran. Dengan fasilitas yang serba woow.

Jujur saja, penulis mengetahui rencana Raja Salman berkunjung dari temen facebook yang nge share melalui media yang bagi penulis itu merupakan media yang bukan menjadi rujukan. Hoax. Mohon maaf. Bagi penulis media mainstream apapun itu lebih bisa dipegang. Soal keberpihakan. Penulis pikir itu sesuatu hal yang sangat menarik untuk dibahas secara mendalam (mudah-mudahan dalam kesempatan lain, penulis bisa menulis tentang ini). Tapi bahasan kali ini bukan itu. Makanya, penulis awalnya tidak percaya akan rencana kunjungan itu. Sampai ada keterangan resmi. Yang tentunya penulis ketahui dari media mainstream.

Penulis yakin, kunjungan sekelas kepala Negara dari Negara apapun dan agama apapun. Apalagi ini Raja, pasti dikonfirmasi oleh pemerintah. Dan tentunya akan ada urusan government to government dalam agenda resmi kunjungan itu.

Menarik, karena sejak awal kunjungan Raja Salman dihubungkan dengan kondisi politik actual di tanah air. Semenajak Ahok keseleo lidah ngutip Al Maidah 51, kondisi politik tanah air memang sedikit memanas. Kasus Ahok tidak hanya menjadi ranah Pilkada DKI. Tetapi bermetamorfosis menjadi isu nasional yang hampir semua orang ikut ngomentar. Kunjungan Raja Salman dianggap sebagai keprihatinan akan kondisi ummat muslim di Indonesia yang seakan diperlakukan tidak adil oleh pemerintah. Semakin menarik, ketika Raja Salman dijadikan angin segar untuk melawan dominasi (Negara) China atas (Negara) Indonesia. Menarik bukan? Sepertinya otak kita akan senantiasa didorong untuk berpikir politik. Politik dalam artian selalu curiga. Curiga Jokowi PKI lah, bela Ahok lah, Pro China lah dan yang fantastis anti Islam. Padahal jelas sekali Jokowi itu Muslim. Tapi kan Jokowi Islam nya diragukan? Duhhh gustiii.

Sederhana sekali. Mungkin tidak? Kalau Raja Salman datang ke Indonesia tanpa ada restu pemerintah dalam hal ini Presiden? Mungkin saja. Iya sangat mungkin. Karena para wisatawan yang datang dari mancanegara pun tanpa sepengatuhan Jokowi. Tapi ini Raja. Kepala Negara. Masa sih, kedatangan kepala Negara tanpa ada urusan yang melibatkan kedua Negara. Mau bisnis kek. Atau kerjasama yang lain kek. Kalau lah Jokowi itu anti Islam. Anti Negara Islam anti pemimpin Islam. Sederhana sekali, tolak saja. Selesai perkara. Masa iya, Raja Salman, Raja Kaya Raya datang dari Negara kaya, akan datang sekonyong konyong tanpa ada sesuatu hal yang berbau kenegaraan. Please deh, gengsi kelles.

Saya pikir wajar saja, Raja Salman datang ke Indonesia. Bagaimanapun Indonesia adalah sumber pendapatan Negara Raja Salman. Berapa ratus ribu atau mungkin saja jutaan warga Indonesia yang datang ke Arab Saudi. Baik itu yang ibadah haji maupun ibadah umroh. Meskipun dalam konteks ibadah, tetapi pastinya akan mendapatkan income yang besar untuk Arab Saudi. Apalagi menurut keterangan resmi pemerintah, bahwa kunjungan Raja Salman terkait dengan investasi yang akan dibangun oleh kedua Negara. Bukan kah Jokowi juga datang dan diterima oleh Raja Salman tempo hari itu. Eh, diberi penghargaan pula.

Raja Salman itu kepala Negara. Yang tentunya bertanggung jawab akan kesejahhteraan rakyatnya. Meskipun sebagai Negara yang amat kaya raya dari minyak. Tapi kita tau, bahwa minyak itu energy yang akan habis. Bahasanya energy yang tidak bisa diperbaharui. Apalagi kondisi minyak yang pada konteks ekonomi dunia hari ini betul betul tidak dapat diandalkan. Makanya perekonomian Arab Saudi itu tergantung dari fluktuasi harga minyak. Tahun ini, berhubung harga minyak sedang oleng dan semakin banyaknya energy alternaatif non fosil yang ditemukan. Menjadikan pertumbuhan ekonomi Arab Saudi semakin terpuruk. Bahkan paling buruk dalam lima tahun terakhir.

Jadi untuk memulihkan kondisi seperti itu, Arab Saudi mulai berinvestasi dalam sector lain. Nah Indoensia, menjadi salahsatu tujuan investasi itu. Tapi ingat, bukan Indonesia saja, bahkan China pun juga sama. Ini soal ekonomi, soal bisnis. Soal bisnis mah, intinya saling menguntungkan. Lho, bukannya Arab Saudi itu mitra strategisnya Amerika Serikat selama puluhan terakhir. Iya, Amerika negaranya Donald Trump. Pun sama dengan Jokowi (baca : Pemerintah Indonesia) yang giat mencari investor untuk mendanai proyek proyek infrastruktur dan kerjasama ekonomi lainnya.

Jokowi melihat Arab Saudi salahsatu Negara yang prospektif untuk diajak kerjasama dalam bidang itu.
Mengingat Amerika Serikat sedang giat giatnya mencari dan menciptakan energy alternative non fosil. Menjadikan permintaan minyak Arab Saudi menjadi turun. Padahal selama ini, Amerika itu pasar terbesar minyak Arab Saudi.
Jadi sudah lah, jauh sekali menghubungkan kunjungan Raja Salman dengan Pilkada DKI, dihbungkan sama kasus Ahok. Jangan sampai kita seolah olah tidak berdaya sebagai Muslim di Indonesia. Merasa inferior melihat kennyataan kalau Jokowi jadi Presidan dan PDI P jadi partai pemenang. Lha, bukannya Jokowi itu Muslim. Megawati itu Muslimah. PDI P itu bukan partai kafir.

Bukan, saya bukan orang PDI P. belum pernah dalam hidup saya coblos si moncong putih. Tapi menjadikan kemengangan PDIP dan Jokowi sebagai kekalahan ummat Islam ya jelas saya sangat tidak setuju. Ini mah soal siklus politik. Siklus lima tahunan. Lha, Cuma lima tahun saja. Megawati itu keok dua kali lho di Pilpres. Jangan Overdosis (politik) ah. Bahaya.