Problem Kartini dalam Pesatnya Perkembangan Teknologi

84

Bandung, (ansorjabar online)
Hari ini (Jum’at/21/04/2017), 113 Tahun Kartini wafat dengan meninggalkan semangat gagasan bahwa perempuan harus dibesarkan dengan ilmu pengetahuan yang baik. Dan diera milenium ini perkembangan teknologi yang begitu pesat harusnya dapat menjadi kemudahan kaum perempuan dalam mendapatkan ilmu pengetahuan yang baik, namun Sarah melihat sisi lain dari fenomena tersebut.

Sarah Dwi Julianti, Alumni Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Prodi Pendidikan Sosiologi dan juga Pengurus Korps Puteri PMII Kota Bandung coba menanggapi sisi lain dari fenomena perkembangan teknologi saat ini yang bukan dijadikan akses kemudahan mendapatkan ilmu pengetahuan namun malah diajdikan sarana kekerasan terhadap perempuan.

Sarah menjelaskan, “kekerasan perempuan semakin kompleks, beragam tingkat kekerasannya, bahkan perkembangannya lebih cepat dari kemampuan Negara merespons. Persoalan perempuan saat ini tidak hanya perempuan yang masih tidak mendapatkan pendidikan, diskriminasi, kekerasan seksual, poligami, rendahnya upah perempuan yang bekerja di luar negeri namun di era milenium ini telah berkembang kekerasan terhadap perempuan dengan memanfaatkan akses teknologi atau yang kerap dikenal sebagai cyber crime, ujarnya.”

Kekerasan dan kejahatan atau cyber crime terhadap perempuan begitu pesat, lebih cepat dari Negara merespons hal ini. Cyber crime yang rumit dan beragam seperti pembunuhan karakter, prostitusi online hingga pelecahan seksual melalui serangan dunia maya yang memiliki dampak trauma jangka panjang terhadap korban. Dan aspek perlindungan hukum yang belum cukup memadai namun beberapa waktu yang lalu Negara mulai merespons persoalan ini dengan mengesahkan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), tegas Sarah.

Sarah menjelaskan, “bahwa pelaku kekerasan terhadap perempuan dalam cyber crime ini sebenarnya mudah dilakukan dengan mencoba mengakategorikan pelaku menjadi tiga ranah seperti: pertama, pelaku ranah personal adalah orang yang memiliki hubungan darah (ayah, kakak, adik, paman, kakek), kekerabatan, perkawinan (suami) maupun relasi intim (pacar) dengan korban. Kedua, ranah komunitas jika pelaku dan korban tidak memiliki hubungan kerabat, darah ataupun perkawinan. Bisa jadi pelakunya adalah majikan, tetangga, guru, teman sekerja, tokoh masyarakat, ataupun orang yang tidak dikenal. Dan yang ketiga, ranah negara artinya pelaku kekerasan adalah aparatur negara dalam kapasitas tugas. Termasuk di dalam kasus di ranah negara adalah ketika pada peristiwa kekerasan, aparat negara mengakses teknologi namun tidak berupaya untuk menghentikan atau justru membiarkan tindak kekerasan tersebut berlanjut, jelasnya.”

Dalam moment memperingati Hari Kartini ini, Sarah pun mengajak kepada seluruh perempuan Indonesia untuk meminimalisir cyber crime terhadap perempuan dengan cara mengoptimalisasi perkembangan teknologi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bukan untuk mengumbar hal – hal yang bersifat pribadi, dengan itu dirasa mampu akan mencegah seseorang berbuat kurang baik terhadap perempuan.

(Willy Mukti – Ketua Pers PMII Kota Bandung)