PR Rakorwil dan GP Ansor Jabar Pasca Deni

171

Oleh Edi Rusyandi (Pengurus Ansorjabar Online)

Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) Tahun 2020 Gerakan Pemuda Ansor Jawa Barat pekan yang lalu telah selesai dilaksanakan di Pondok Pesantren Nurul Huda Cisurupan, Garut. Suasana Rakorwil kali ini terasa istimewa dan berbeda dari rakorwil sebelumnya.

Lumrah adanya, setiap rakorwil menjadi momentum untuk konsolidasi, membahas isu-isu terkini, merumuskan agenda organisasi serta mengevaluasi program-program yang sudah berjalan.

Lalu apa yang istimewa dan berbeda dari rakorwil kemarin ?

Teristimewa, lokasi rakorwil dilaksanakan di pesantren yang diasuh Rois Syuriah PWNU Jawa Barat KH. Muhammad Nuh Addawami. Walaupun berposisi sebagai pucuk pimpinan tertinggi NU Jabar, dimata kader Ansor Jabar, Kyai Nuh merupakan sosok yang hangat dan akrab. Walaupun memiliki kedudukan yang terhormat, pembawaannya senantiasa santun dan bersahaja. Kata dan petuahnya sarat makna.

 

Pada saat rakorwil kemarin, Kyai Nuh sempat berbincang panjang bersama jajaran PW Ansor Jabar, juga memberikan arahan dan petuah kepada segenap pengurus Pimpinan Cabang serta kader Ansor Se Jawa Barat.

Dari sekian rangkaian arahan Kyai Nuh kepada peserta rakorwil, salah satu petuahnya yang terekam cukup jelas diantaranya “jadikeun NU, jadikeun Ansor ladang pepelakan jaga di akherat”. Sebuah amanat yang menegaskan harapan kepada segenap kader muda NU Jabar dan juga dorongan totalitas pengabdian tanpa batas. Petuah yang merefleksikan panggilan iman, khidmah dan dorongan karya nyata dalam berorganisasi.

Seraya mengutip Syekh Nawawi Bin Umar Al-Jawi Tanara dari Hadist Kanjeng Nabi SAW, dikatakan Kyai Nuh :” Ayatu al-Iman Hubbu al-Ansor, Wa Ayatu al-Nifak Bughdhu al-Ansor” (tanda-tanda iman yang hakiki adalah mencintai Ansor, dan tanda-tanda kemunafikan yang fatal adalah membenci Ansor). Karena sejatinya ber-NU dan ber-Ansor merupakan bagian tidak terpisahkan dalam perjuangan menegakan ajaran agama. Tidak semata-mata kaitanya dalam perkara duniawi, namun juga menjangkau urusan-urusan yang kelak abadi.

Amanah dari Kyai Nuh ini ditujukan kepada seluruh kader Ansor Jawa Barat. “Baik pengurus maupun anggota. Baik pengurus maupun yang diurus tapi tidak punya urusan”, Ujar Kyai Nuh.

Dalam hal ini, Kyai Nuh menggarisbawahi yang termasuk kategori “hubbu al-ansor” tidak dibatasi ruang dan posisi tertentu. Namun, ditakar nilai kualitasnya dariapada sejauhmana peran dan fungsinya dalam menghidupkan organisasi.

Rakorwil kali ini juga terasa berbeda, karena dilaksanakan menjelang penghujung periode kepengurusan PW GP Ansor Jawa Barat masa khidmat 2016-2020.

Berdasarkan catatan Surat Keputusan Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, organisasi sayap pemuda NU Jabar yang dipimpin Deni Ahmad Haidar ini akan berakhir pada pertengahan tahun 2020. Maka wajarlah, suasana dan nuansa rakorwil kemarin lumayan diwarnai perbincangan suksesi politik organisasi periode “pasca Deni”.

Wacana dan peta suksesi kepemimpinan mulai hangat mengemuka diantara peserta rakorwil. Dipastikan akan terus “menghangat” dalam babak dinamika Keluarga besar Ansor Jabar dalam hari-hari ke depan. Dan, percaturan suksesi “Pasca Deni” ini layak untuk kita cermati.

Lepas dari wacana suksesi yang selalu seksi ini, dalam acara Rakorwil ini pula Deni Ahmad Haidar selaku Ketua PW GP Ansor Jabar secara resmi meluncurkan program Wakaf Kader Mandiri. Sebuah program dengan mengumpulkan dana wakaf minimal sebesar Rp. 10.000 per Anggota untuk keperluan membangun kantor organisasi.

Ya, saat ini kebutuhan adanya sebuah gedung permanen yang representatif milik organisasi sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dengan jumlah anggota ratusan ribu tersebar seantero Jabar, menjadi ironi jika sentra kegiatan organisasi sebesar Ansor keberadaanya masih harus menyewa berpindah-pindah alias nomaden.

Kehendak adanya kantor permanen ini sebenarnya sudah dicanangkan sejak kegiatan pelantikan pada tahun 2017 dengan peletakan batu pertama oleh Ketua Umum PP Ansor H. Yaqut Cholil Choumas di lingkungan gedung dakwah PWNU Jabar di Jalan Terusan Galunggung, Kota Bandung. Namun hingga kini, akses lokasi untuk melanjutkan proyek pembangunan tidak jelas ujung pangkalnya.

Tema “kemandirian organisasi” memang senantiasa menjadi imajinasi Deni selaku ketua organisasi. Seringkali dikatakan, “sudah saatnya Ansor tidak hanya dihitung (dari segi kuantitas), tapi juga layak diperhitungkan oleh berbagai pihak”. Salasatunya memiliki kantor permanen yang dibangun secara mandiri.

Bagi Ansor Jabar saat ini, membangun sebuah gedung permanen dengan melibatkan “pihak luar” bukan perkara sulit. Stok kader ratusan ribu bisa saja jadi “alat negosiasi” kepedulian “pihak luar”. Namun, hal tersebut bukanlah cara dan jatidiri kader Ansor Jabar.

Dan sesungguhnya, dengan cara ini Deni sedang menguji “iman” para kader dan anggotanya. Sejauhmana ikhtiarnya saban minggu kelililing kota menyasar desa di Jawa Barat dapat membuka cakrawala kemandirian dan kehormatan organisasi didada para kadernya.

Ini sesungguhnya spirit yang harus ditangkap bersama Keluarga besar Ansor Jabar. Dipenghujung kepengurusannya, Deni ingin mewariskan fondasi organisasi yang kokoh diatas potensi dan kekuatan sendiri.

Jika program wakaf kader mandiri untuk pembangunan Gedung Ansor Jabar ini berjalan sesuai rencana, bukan mustahil hal yang sama pada setiap Pimpinan Cabang, Pimpinan Anak Cabang dan Ranting menggulirkan cara yang sama dalam kerangka memajukan organisasi di setiap lini. Gerak khidmah organisasi yang dibangun dengan keswadayaan dan kegotongroyongan.

Dan spirit inilah yang terpenting GP Ansor Jabar “Pasca Deni”. Karena itu, mari kita berwakaf. Cling…