Pemuda Nusantara, Integrasi Bangsa dan Tantangan masa Depan

410

Oleh : Hapid Ali *)

Pemuda Nusantara merupakan pemuda yang berkarakter, unggul, berkualitas, berbudaya dan beragama yang hidup di kawasan Nusantara.
Seperti halnya pemuda Indonesia dimana mereka hidup dalam keberagaman yang dituntut untuk dapat melakukan perubahan tanpa harus mengenyampingkan nilai-nilai budaya dan Agama yang dibingkai dalam Bhineka Tunggal Ika yang menjadi landsasan dalam berpijak.

Sehingga dengan kemajemukan yang dimiliki pemuda nusantara, ini memberikan makna tersendiri pada Sumpah Pemuda yang merupakan momentum sejarah yang berhasil menyatukan tekad dan semangat seluruh komponen bangsa untuk melakukan perlawanan terhadap kolonialisme dan imperealisme yang pada akhirnya berhasil mewujudkan suatu negara Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur.

Seiring dengan itu, maka pada saat ini kita telah memasuki era liberalisasi dan digitalisasi dimana tantangan yang dihadapai oleh pemuda bukan hanya ada dalam internal bangsa sendiri melainkan harus bersaing dengan bangsa lain.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar yang memiliki sumberdaya alam berlimpah, memiliki sejarah leluhur bangsa yang hebat, kebudayaan yang unggul, masyarakat yang toleran, dan sumberdaya manusia yang semakin lama semakin baik.

Jangan sampai nasib bangsa ini seperti Negara-Negara Timur Tengah yang harus dibenturkan antara golongan dengan atas nama identitas Agama untuk kepentingan glongan tertentu.

Maka kemajuan bangsa ini bergantung pada pergerakan kaum muda karena pemuda merupakan golongan masyarakat berusia muda yang mempunyai potensi tinggi, berani bertindak, optimis, berpendirian teguh dan semangat yang besar untuk bergerak dan berubah hingga memberi peranan bagi integritas bangsa seperti yang telah terjadi pada tahun 1908-1928.

Apabila kita rumut dari aspek sejarah, kesadaran kolektipitas pemuda secara nasional, ini tidak terlepas dari deklarasi Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda telah membulatkan tekad dan semangat seluruh anak bangsa untuk berjuang dan tetap menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pelbagai upaya rongrongan terhadap disintegrasi bangsa dengan tekad NKRI adalah harga mati.

Rangkaian kejadian selama periode 1908-1945 merupakan benang merah yang secara keseluruhan menunjukan semangat nasionalisme pada rakyat Indonesia.

Gambaran ini sinergis dengan apa yang disampaikan oleh Sarto kartodirdjo dimana ia telah membirikan istilah dengan ungkapan “adanya jenjang yang progresif” yaitu:

1. Semenjak tahun 1900 an gerakan emansipasi dilancarkan dan dipelopori oleh Kartini
2. Simbolisasi merupakan proses mencari identitas baru dalam menyuarakan kemerdekaan dan menumbuhkan nilai nasionalisme seperti munculnya Syarikat Islam pada tahun 1912, Sarikat Dagang Islam pada tahun 1905, Muhammadiyah pada tahun 1912, Nahdlatul Oelama pada tahun 1926, dan ormas keagamaan lainnya sebagai lambang identitas baru menggantikan identitas primordial.
3. Politisasi gerakan secara terstruktur merupakan konsep dasar nasionalisme Indonesia yang dikenal dengan manisfesto Politik dan Perhimpunan Indonesia

Kesadaran Nasional secara kongkrit yang dirumuskan sebagai Sumpah Pemuda pada 28 oktober 1928, dan pada hari ini tanggal 28 Oktober 2018 pula diperingati kembali Hari Sumpah Pemuda di Indonesia.

Itu semua merupakan proses yang menumbuhkan kesadaran nasional secara bulat yang dipicu dengan deklarasi Sumpah Pemuda tersebut.

Dimana kesadaran nasional yang melahirkan hari sumpah pemuda itu telah menumbuhkan integrasi nasional baik secara vertikal dan horiontal sehingga dapat terlahirnya hari Proklamasi Indonesia pada tanggal 17 Aagustus 1945.

Pertanyaannya, apakah pemuda dalam konteks ini sudah memberikan kontribusinya pada Negara?

Ini merupakan pertanyaan yang sampai sekarang belum bisa menjawab realita Bangsa ini dengan puas. Karena dalam konteks ini pemuda tidak hanya diartikan sebagai agen of change in cognitive dimension, melainkan bagaimana pemuda dapat memberikan dan mengaktulisasikan suri tauladannya dalam berbagai aspek.

Baik dalam ranah Pendidiakn, Politik, dan begitu juga Ekonomi sehingga mereka tetap menjaga dan menjunjung tinggi nilai moralitas diatas perubahan dan persaingan Ekonomi dan politik.

Pemuda yang dapat mengaktulisasikan nilai-nilai nasionalisme dalam sosial. Tapi kita masih menemukan kaum muda intelektual yang selalu menyuarakan pesan ideologinya yang merongrong dan menodai kebhinekaan Bangsa yang sudah final sehingga dengan radikalisasi pemikiran ideologinya dapat menumbuhkan radikalisassi aksi yang menyebabkan sebuah ancaman bagi Integrasi Bangsa.

Doktrin radikalisasi pemikiran pada kaum muda ini yang mengancam Integrasi Bangsa ini seperti yang terjadi pada peringatan Hari santri Nasional pada Senin, tanggal 22 Oktober 2018 terjadi sebuah manajemen anarkis yang terstruktur oleh golongan tertentu secra serentak diberbagai kabupaten dan Kota di Jawa Barat dengan pengibaran bendera HTI sehingga itu memicu banser sebagai garda pengaman sekaligus panitia HSN sedikirtnya terprovokasi untuk membakar bendera tersebut walaupun pada dasarnya motif pembakaran itu ialah untuk mengamankan bendara HTI yang dilarang di Inodesia dan reaksi tersebut merupakan rasa kecintaannya terhadap tanah Air dari rongrongan yang ingin memecah belah bangsa.

Tidak terlepas dari isu pengibaran bendera secara serentak yang dilakukan oleh beberapa pemuda yang terjadi pada HSN kemarin, ini menjadi kekhawatiran penulis bahwa pemuda dalam konteks ini masih belum mempunyai kesadaran kolektifitas untuk membangun bangsa yang bermartabat dan sejahtera dalam kebhinekaan.

Begitujuga yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah pemuda yang kini berlomba-lomba dalam kancah politik untuk menjadi caleg di tingkat Kabupaten/Kota, Propinsi begitu juga Pusat sudah mewakili kontribusinya dalam perubahan Bangsa? Ini juga belum terjawab sampai saat ini karena realitanya bahwa banyak beberapa kaum muda yang kini manggung di legislatif dalam sikap politiknya tidak mencerminkan moralitas politik yang pancasilais yang menumbuhkan kesadaran kolektivitas dalam membangun dan memperkuat nasionalisme.

Apakah itu karena mereka mempunyai power sehingga lupa terhadap kapasitasnya sebagai anak Bangsa? jawabannya Wallahu A’lam. Penulis hanya berharap kaum muda yang kini mencoba untuk berlomba dalam panggung politiknya pada 2019 nanti semoga mereka selalu menjaga marwah Bangsa dan mempertahankan idealismenya dalam mengaktulisasikan nilai-nilai nasionalismenya dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam berpolitik sehingga itu tidak mencederai makna “Sumpah Pemuda”.

Karena penulis memaknai “Sumpah Pemuda” dalam konteks ini bahwa kaum muda yang progresif, bermoral, Beragama dan Nasionalis ialah mereka yang mengaktualisasikan konsep Hifdu Dinniah, Hifdun Nafsiah, Hifdul Maaliah, Hifdun Nasbiah, dan begitu juga Hifdul Ijtima’iah pada berbagai aspek dalam keberagaman Bangsa di Nusantara ini.

*Hapid Ali
(Penulis Aktif di PW Lakpesdam NU Jawa barat Bid. Pengembangan Intelektual dan Sumber Daya Manusia)