PANCASILA DASARNYA APA???

906

Oleh : Ade Opa Mustopa (Ketua PC PMII Kabupaten Sukabumi)
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta mewakili seluruh rakya Indonesia untuk mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar berbangsa dan bernegaranya. Namun yang kurang dipahami adalah latar pemikiran yang menjadi penyebab lahirnya rumusan lima dasar negara yang tertuang dalam Pancasila.
Pancasila merupakan rumusan cerdas para pounding father yang mengakomodir seluruh isme atau ajaran yang beredar di Indonesia. Sila Pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) merupakan refresentasi dari ajaran keagamaan. Karena dalam studi agama-agama dinyatakan bahwa seluruh agama baik agama besar maupun kecil bahkan hanya kepercayaan masyarakat tertentu saja pasti memiliki konsep ketuhanan. Ketuhanan ini di fahami oleh umat Islam sebagai tauhid. Sedangkan oleh umat Kristen di fahami sebagai Trinitas begitupun dengan agama-agama lainnya. Jadi sila pertama ini mengakomodir dan melegalisasi setiap isme dan agama yang memiliki konsepsi ketuhanan. Sebagaimana Al-Mawardi menyatakan bahwa jika ingin terjadi kemajuan dalam sebuah negara maka agama (spiritualitas dan moralitas) harus menjadi landasan utamanya.
Kemudian dalam Sila Kedua (Kemanusiaan yang adil dan beradab). Sila kedua ini merupakan turunan dan realisasi dari sila pertama. Sila ini lahir sebagai hasil refleksi para pendiri bangsa bahwa hakikat dari manusia dan kemanusiaan adalah keadilan. Perintah untuk berbuat adil merupakan perintah seluruh agama dan filsafat. Sebagai contoh dalam Islam, al-Qur’an menegaskan QS. Al-Nahl: 90 (sesungguhnya Allah telah menyuruh kalian untuk berlaku adil dan berbuat kebaikan). Begitupun dalam ajaran Kristen sebagaimana dalam Yohanes, 15: 12 (Inilah perintahku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu) juga dalam Surat Petrus yang pertama 3:8 (Dan akhirnya, hendaklah kalian semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara dan rendah hati). Ungkapan Injil ini merupakan pengejewantahan dari perintah Kristus bahwa kita sebagai umat manusia harus berlaku baik, saling mengasihi, saling mencintai dan tidak saling memusuhi.
Selanjutnya Sila Ketiga (Persatuan Indonesia). Sila ini senantiasa berdasar kepada al-Qur’an Surat Ali-Imran: 103 (Berpegang teguhlah kalian kepada “tali” Allah dan janganlah bercerai-berai). Yang dimaksud dengan tali Allah adalah ajaran-ajaran Allah. Setiap ajaran Allah pastinya adalah ajaran kemanusiaan. Dalam ayat ini terdapat perintah dan larangan, untuk larangannya ialah “jangan bercerai-berai”. Dalam sebuah Qaidah Ushul Fiqh dinyatakan Nahyun bis-Syai’ amrun an dhiddihi (larangan mengerjakan sesuatu berarti perintah untuk mengerjakan yang sebaliknya). Ayat ini melarang untuk bercerai-berai berarti dalam ayat ini terdapa perintah persatuan. Kemudian komunisme juga menjadi inspirasi persatuan. Karena pada dasarnya komunisme adalah ajaran sama rasa sama rata, perjuangan kelas proletariat (mustadh’afiin) melawan dominasi kelompok borjuis agar tercipta masyarakat tanpa kelas. Dalam pandangan kami, komunisme adalah perjuangan kaum miskin untuk membebaskan dirinya dari belenggu penjajahan. Inspirasi yang lain juga datang dari ajaran kapitalisme yang senantiasa menjamin kebebasan manusia. Ajaran kapitalisme sebenarnya perjuangan kelompok orang kaya yang menginginkan menginginkan keuntungan sebesar-besarnya dan tidak menjadikan dirinya sebagai beban negara.
Sila Keempat adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sila keempat ini lahir dari kesadaran terhadap jati diri manusia sebagai pemimpin. Konsepsi kerakyatan selanjutnya dipahami sebagai demokrasi yang oleh Abraham Lincoln dinyatakan sebagai “pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat”. Sistem demokrasi dalam pandangan Islam dilegitimasi oleh hadits Nabi yang berbunyi “Agama adalah ketaatan kepada Allah kepada Rasul kepada Kitab kepada Pemimpin dan kepada Rayat”. Begitupun dalam ajaran Injil Yesus memerintahkan untuk memberikan hak Allah kepada Allah dan hak Kaisar kepada Kaisar.
Adapun mekanisme pengangkatan pemimpinnya dengan menggunakan sistem musyawarah. Allah dalam al-Qur’an telah memerintahkan manusia untuk melakukan musyawarah “Wasyawirhum fil Amr (bermusyawarahlah dalam segala urusan).”
Terakhir Sila Kelima (Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia). Sila kelima ini di inspirasi oleh konsepsi keadilan sosial. Secara umum agama-agama yang ada pastinya memiliki konsepsi tentang keadilan sosial. Islam merupakan agama yang dilahirkan di Jazirah Arab yang pada Abad ke-6 Masehi, yang mana pada waktu itu masyarakatnya masih terbelenggu oleh kejahiliahan baik secara politik, ekonomi dan budaya. Secara konsepsional, perintah pertama dalam Islam adalah belajar, setelah diperintah belajar manusia diperintah untuk bekerja. Ketika belajar maupun bekerja manusia terbagi dua ada yang berhasil dan ada yang tidak. Kepada orang yang berhasil dalam belajar dan bekerja, Allah memerintahkannya untuk berinfak kepada orang yang tidak berhasil, agar tidak terjadi keadilan sosial, atau agar tidak terjadi kesenjangan sosial. Namun menurut penulis bukan hanya yang disebut agama saja yang memiliki konsep keadilan sosial, tetapi isme-isme pun memiliki konsepsi keadilan sosial. Sebagai contoh komunisme pada dasarnya menginginkan terjadi keadilan sosial tapi dengan cara melakukan resistensi kaum proletar kepada borjuis untuk menjadikan masyarakat tanpa kelas yang pada akhirnya akan tercapailah keadilan sosial.
Inilah kira-kira menurut kami yang menjadi dasar argumentasi adanya rumusan lima dasar (Pancasila). Oleh karena itu jangan sampai kita terjebak oleh dikotomi-dikotomi yang dibuat pihak-pihak tertentu, untuk memecah-belah bangsa Indonesia. Sebagai contoh, banyak sekali gerakan Islam radikal yang berusaha akan merongrong eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan cara mengganti falsafah negaranya (Pancasila) dengan nama Islam. Seolah-olah perjuangan sudah selesai ketika dasar negara sudah diganti dengan Islam, padahal jika kita flash back kepada periode Nabi Muhammad di Madinah, di mana kota Madinah penduduknya sangat plural (Bhineka). Maka Nabi Muhammad beserta penduduk Madinah merumuskan sebuah aturan main hidup dengan nama Piagam Madinah (As-Shahiifah) yang di dalamnya tidak ada satupun terungkap kata-kata “ajaran Islam atau al-Qur’an”.
Golongan Islam yang berideologi Trans Nasional seperti HTI, MMI, JII, Ahmadiyyah, IM, dan FPI, GARIS dan yang sejenisnya merupakan organisasi berbasis keislaman yang ingin merongrong kedaulatan NKRI baik secara terang-terangan maupun secara malu-malu. Bahkan gerakan Islam radikal saat ini sudah memasuki wilayah birokrasi, seperti PKS sudah menjadi partai penguasa terutama di beberapa daerah termasuk di Sukabumi.
Pada peringatan G 30/S PKI 2015 beberapa kelompok telah menabuh kembali genderang perang terhadap faham komunis. Padahal sudah sejak zaman presiden Abdurrahmah Wahid bangsa ini sudah bisa menerima dan bergandengan tangan dengan para eks komunis. Dalam komunisme terdapat beberapa ajaran yang baik terutama yang berkaitan dengan kemanusiaan, tetapi anehnya yang menjadi sorotan dari komunis adalah ateisnya. Padahal jika kita ditinjau dalam kaca mata sejarah komunis Indonesia, tidak ada satupun tokoh komunis yang tidak beragama atau tidak percaya Tuhan. Oleh karena itu Soekarno pernah bilang Jika Komunisme diganti Ateisnya dengan Tuhan maka itulah Islam.
Kami berharap, jika kita masih betah hidup di NKRI ini maka rawatlah NKRI, Jagalah PANCASILA, Peliharalah BHINEKA TUNGGAL IKA dan amalkanlah UUD 1945. Jangan sampai egoisme kelompok, ajaran, agama, suku dan ras mengalahkan kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu kami mengajak kaum pesantren, tokoh agama, tokoh masyarakat, mahasiswa, pelajar, para birokrat mari bahu-membahu menjaga kedaulatan bangsa dan negara.