Orang dengan Mental Saracen masih Banyak

206

Orang dengan Mental Saracen masih Banyak

Saracen adalah fenomena puncak dari mencuatnya ujaran kebencian dan SARA. Terungkapnya kejahatan ini semakin membukakan mata hati kita. Bahwa agama sekali pun bisa dijadikan senjata ampuh untuk menghalalkan ujaran kebencian, menyebarkan hoax, menebarkan fitnah dan membuat gaduh masyarakat dengan isu-isu murahan.

Puji syukur kepada Allah, para aktivis dunia maya bernama Saracen, satu per satu anggotanya terciduk polisi. Dan kabar terakhir yang saya dapatkan, bahwa bendahara aksi Tamasya Al-Maidah, bernama Asma Dewi dipastikan telah melakukan transfer kepada sindikat Sarecen sebanyak 75juta, uang itu sebagai mahar untuk melancarkan ujaran kebencian, hoaks dan fitnah.

Saya tidak bisa membayangkan, kesalahan dan dosa berlipat ditanggung seorang Asma Dewi. Ia telah dihukum di dunia dan kelak di akhirat. Atas kejadian ini, kita patut merenung agar kita tidak terjerumus pada ujaran kebencian berbasis SARA. Betapapun para aktivis Saracen lambat laun terciduk, tetapi orang-orang dengan mental Saracen masih banyak bergentayangan.

Mau tahu siapa saja orang-orang bermental Saracen? Adalah mereka yang aktif di media sosial tetapi mengujarkan kebencian, melancarkan provokasi isu PKI dan China, menghina Presiden dan mudah menuduh pihak lain yang berbeda sebagai kelompok liberal pro-PKI, pro-China dan seterusnya. Kemampuan mereka dalam bermedia sosial memang luar biasa, mereka secara rapi dibekali sejumlah konten provokatif, konten-konten yang mudah memancing emosi kemarahan yang membacanya.

Termasuk salah satu kunci menentukan orang dengan mental Saracen adalah mereka yang membenci dan menolak secara membabi buta berkenaan dengan hak menjadi pemimpin (Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota) bagi saudara-saudara kita yang non-Muslim. Orang yang menentang pemimpin non-Muslim, ia dekat dengan mental Saracen.

Orang dengan mental Saracen adalah mereka yang juga cepat emosi, brutal dan mau menang sendiri. Mereka bisa mendakak menjadi pemarah dan garang. Mereka ini biasanya tidak punya keilmuan dan tradisi sebagaimana para santri di pesantren. Mereka hanyalah orang-orang yang baru belajar Islam tetapi tidak tekun dan sabar.

Orang-orang yang sakit mentalnya seperti para aktivis Saracen sebetulnya orang baik. Mereka menjadi ‘oleng’ karena terjebak wawasan-wawasan agama yang sempit dan rigid. Mereka tidak memahami bahwa Indonesia bukanlah negara-agama, Indonesia adalah negara-bangsa. Bukan milik umat Muslim semata, Indonesia adalah milik bersama. Ia merdeka bukan hanya atas jasa umat Muslim.

Apapun suku dan etnis kita, selama kita mengaku dan ber-KTP warga negara Indonesia, semuanya saudara kita. Tidak ada diskriminasi hanya karena ia beretnis China, Arab dan lain sebagainya. Semua umat beragama mulia, mempunyai derajat yang sama di hadapan Allah; tak peduli agama dan kepercayaannya apa. Karena pada hakikatnya semua agama menuntun umatnya kepada kebaikan. Semoga kita dijauhkan dari orang-orang bermental Saracen.

Wallaahu a’lam

Mamang M Haerudin (Aa)
GP Ansor Kabupaten Cirebon

Pesantren Bersama Al-Insaaniyyah, 12 September 2017, 5.57 WIB