Mewaspadai Gerakan Dakwah Salafi-Wahabi

159

Mewaspadai Gerakan Dakwah Salafi-Wahabi

Hari ini, bertempat di kantor KUA Kecamatan, saya turut hadir dalam musyawarah koordinasi antar lembaga keagamaan, mulai dari MUI, KUA, DMI, IPHI, berikut Kecamatan, Danramil dan Polsek, dalam rangka mewaspadai beberapa penyakit masyarakat yang lekat dengan keagamaan. Saya hendak menegaskan saja di awal, penyakit masyarakat itu adalah gerakan dakwah Salafi-Wahabi.

Pada dasarnya siapapun dan ormas apapun boleh hidup di NKRI. Ini bumi berkah anugerah dari Allah Swt. Keberagaman yang indah sebagai sunnatullaah yang harus dikelola dan dijaga. Jangankan agama-agama yang memang sudah ‘resmi’–Islam, Kristen, Katholik, Budha, Hindu, Konghucu–seluruh ormas dan aliran kepercayaan mana pun boleh berkembang di Indonesia.

Hanya saja perlu kita ingat adalah bahwa Indonesia bukan negara-agama, apalagi negara Islam. Indonesia adalah negara-bangsa (NKRI) yang konsensus kebangsaannya berupa Pancasila dan UUD 1945, selain NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Itu artinya kalau ada agama, ormas maupun individu yang bermukim di Indonesia tetapi tidak menjadikan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai konsensus kebangsaan, maka patut diwaspadai dan tak boleh dibiarkan berdakwah.

Ini yang kemudian menjadi salah satu poin utama yang sedang dibidik Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017. Presiden dan PBNU tahu betul bahwa Indonesia harus dijaga dari ideologi transnasional dan Islam radikal. HTI adalah salah satu ormas yang sudah dipastikan bubar karena terbitnya Perppu Ormas ini. Kalau jeli, sebetulnya terlampau banyak Ormas yang tidak menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar ideologinya.

Saya perlu memberi tahu soal gerakan dakwah Salafi-Wahabi yang sekarang sedang diminati masyarakat awam perkotaan. Salafi-Wahabi punya strategi dakwah yang multi-kekinian; majelis taklim di masjid/mushalla, perkantoran/perusahaan, live streaming, Youtube dan media sosial lainnya. Dan mereka, para dai Salafi-Wahabi itu dibekali dengan kemampuan ‘public speaking’ yang mengena.

Berikut adalah ciri-ciri gerakan dakwah Salafi-Wahabi di antaranya mereka menerapkan politik identitas (yang paling mencolok adalah pakaian dan aksesoris yang mereka pakai diseragamkan, tujuannya untuk mudah mengenali), mereka tidak punya kecenderungan masuk ke dalam politik praktis, agenda dakwahnya adalah menggemborkan sunah Nabi (nyunah) dan melakukan purifikasi Islam. Sasaran utamanya adalah melawan (membid’ahkan, memusyrikkan) tradisi-tradisi keislaman yang selama ini dilestarikan oleh NU dan pesantrennya.

Gerakan Salafi-Wahabi diminati masyarakat awam perkotaan. Mereka memahami betul psikologi masyarakat awam perkotaan. Masyarakat awam perkotaan yang terdidik tetapi lemah dalam wawasan keagamaan yang moderat. Tidak aneh jika kemudian kelompok Salafi-Wahabi ini sangat menonjolkan simbol atau aksesoris Islam. Seolah-olah mereka merasa paling Islam, sementara yang lain kurang dan tidak Islam.

Gerakan Salafi-Wahabi memang sepintas cocok memenuhi dahaga keislaman masyarakat awam perkotaan yang terjebak pada halaman muka dan tidak pada isinya. Masyarakat awam perkotaan yang disibukkan dengan pekerjaan, banyak melakukan maksiat/dosa dan segala hiruk-pikuk tindakan kezaliman yang lain. Jadi seolah-olah apabila mereka masuk dalam gerakan dakwah Salafi-Wahabi, keislaman mereka akan cepat mendapatkan pahala dan proses belajar Islamnya bisa diraih secepat kilat.

Nah, dalam forum musyawarah koordinasi seluruh lembaga keagamaan dan Muspika, saya memberikan beberapa jalan untuk menangkal kelompok Salafi-Wahabi. Di antaranya mengeluarkan surat edaran dan kesepakatan bersama berkenaan dengan penolakan bagi dakwah-dakwah Salafi-Wahabi dan ormas Islam radikal. Berikutnya pastikan bahwa masjid/mushalla di lingkungan kecamatan dipasang logo/bendera/simbol Nahdlatul Ulama (dan pemasangan atribut ini bisa disesuaikan berdasarkan ormas masing-masing) dan tentu melalui pemberdayaan ekonomi serta pembinaan yang berkelanjutan dari seluruh lembaga keagamaan dan Muspika.

Wallaahu a’lam

Mamang M Haerudin (Aa)
GP Ansor Kabupaten Cirebon

Kantor KUA Kecamatan Karangwareng, 23 Oktober 2017, 12.56 WIB