MENJADI INDONESIA 100 PERSEN

349

Oleh : Deni Ahmad Haidar*

Indonesia adalah secangkir kopi, adalah sepiring nasi goreng, adalah sehelai kain batik. Tersusun dari kerja sama semua komponen yang berbeda tanpa saling mengalahkan tapi untuk menciptakan harmoni. Gula yang manis bukanlah untuk mengalahkan rasa kopi yang pahit, tapi saling melengkapi.  Ragam warna dalam batik tidaklah untuk mengalahkan yang satu dengan yang lain, tapi untuk harmoni. Itulah Indonesia, peleburan dari keberagaman tanpa menjadi seragam, sebab rasa kopi tetap berbeda dengan gula namun keduanya larut dalam secangkir kopi.

Indonesia berdiri dibawah landasan ilmu dan kesadaran para pendiri bangsa ini. Secara keilmuan, para pendiri bangsa ini adalah orang-orang terpilih dan bukan orang yang memiliki pengetahuan tanggung tentang banyak hal. Ilmu para ulama menjadi landasan berdirnya Negara ini. Indonesia adalah sah secara agama. Tokoh-tokoh agama yang menjadi pendiri bangsa ini bukanlah orang-orang yang memililiki ilmu agama seadanya, tapi benar-benar ahli dan praktisi.

Bukan tokoh-tokoh yang hendak menjadikan agama sebagai tunggangan politik maupun alat untuk melemahkan agama dan keyainan yang lain. Jadi suprastrukturnya secara spiritual sangat kokoh. Secara spiritual Indonesia ini sakral. Dengan kadar keilmuan mereka, dan dasar keilmuannya Indonesia diwujudkan. Secara keilmuan inilah yang terbaik bagi seluruh bangsanya tanpa bertanya satu persatu pada rakyatnya. Dan ternyata tak ada satupun rakyat yang mempertanyakan dan menentang keputusan ber-Indonesia tersebut. Semua bahu membahu bekerja berjuang dan memperjuangkan hingga Indonesia berwujud seperti hari ini. Ilmulah yang menjadi landasan.

Kepercayaan seluruh rakyat pada keputusan ber-Indonesia tersebut tentu dari adanya rasa percaya terhadap para pendiri Negara ini bahwa Indonesia adalah untuk kemasalahatan bersama. Pendiri bangsa ini adalah ulama-ulama yang terpercaya dan dipercaya oleh seluruh rakyatnya.  Yang menentangnya hanyalah segelintir orang yang posisinya terancam sebagai komprador penjajah, itupun suaranya hampir tak terdengar.

Indonesia juga berdiri dari kesadaran bahwa menjadi Indonesia adalah pilihan terbaik untuk jadi bangsa yang maju, bermartabat, setara, merdeka dari segala tekanan dan piihan. Menjadi Indonesia adalah leburnya keberagaman dalam satu bingkai tanpa menjadi seragam. Hingga sejauh ini cerita penjajahan harus lebih banyak diingatkan, bukan hanya cerita-cerita peperangan, tapi peristiwa penistaan manusia dan kemanusiaan oleh manusia lainya.

Para pendiri Negara ini secara sadar meyakini bahwa keberagaman adalah sunnatullah, sesuatu yang tidak mungkin ditentang. Indonesia hadir dari kesadaran yang super keren seperti itu. Kunci leburnya keberagman tanpa harus seragam adalah adanya kesetaraan. Sebagai Indonesia, semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama, sebuah paradigma yang sangat cool. Sebab penjajahan adalah keyakinan yang diimplementasikan lewat tindakan bahwa manusia itu berkelas-kelas. Memerdekakan Indonesia adalah ikhtiar membumikan dan penyadaran bahwa manusia adalah setara titik.

Perwujudan kearifan dan kesadaran serta keshalihan para pendiri Negara ini tercermin dari kokohnya pondasi yang dibangun, yakni pancasila, UUD1945 dengan bhineka tungal ika dan NKRI nya. Tampak jelas bangunan suprastruktur Negara ini dengan menelaah keterkaitan dan kesatuan dari empat hal tersebut. Maknanya kokoh. Pesanya jelas tidak multitafsir. NKRI titik. Dengan NKRI lan semua keragaman itu bisa tumbuh dan berkembang tanpa harus saling mengalahkan dan menghilangkan. Di NKRI kita bisa menjadi siapun dengan tetap menjadi Indonesia.

Menjadi manusia Indonesia 100% tentu haruslah menginsyafi dan menyadari proses sejarah lahir dan berdirinya Negara ini. Negara ini hadir tidak sebagai hadiah dari para penjajah. Resolusi jihad nya Hadlratus Syaikh adalah bukti bahwa Negara ini lahir dengan ikhtiar yang luar biasa. Lahir dari proses dan pengorbanan yang luar biasa bahkan dari para pahlawan yang tidak pernah kita tahu nama, Alfatihah…semoga mereka selalu dalam rahmat Allah SWT.

Menjadi manusia Indonesia 100% adalah memperkokoh jatidiri, memperkuat identitas diri yang selalu dalam bingkai Indonesia. Memperkuat identitas diri dengan melemahkan Indonesia adalah berdosa pada para pendiri Negara ini. Sebab itulah yang akan melemahkan dan menghancurkan Indonesia. Dengan Indonesia, tidak boleh ada diktator mayoritas dan tirani minoritas sebab semua adalah sama, INDONESIA.

Menjadi manusia Indonesia 100 % adalah berikhtiar selalu menjadi yang terbaik dengan tidak harus merasa paling baik, teruslah bertindak benar dengan tanpa harus merasa yang paling benar, sebab Indonesia bukan didirikan oleh orang-orang seperti itu. Pendiri Negara ini orang-orang  yang benar yang tetap menghormati kebenaran yang diyakini yang lain, agar tetap harmonis.

Jika kemiskinan masih menjadi kenyataan mayoritas anak bangsa ini, jika keterbelakangan masih jadi bagian kehidupan kita, maka persatuan dan kesatuanlah yang menjadi modal dasar kita untuk melawan dan mengalahkan musuh bersama ini. Jika kesejahteraan dan kemajuan adaah cita-cita bersama maka fokus pada upaya mencari solusi adalah satu-satunya pilihan. Dengan persatuan yang kokoh saja tidak mudah apalagi fokusnya dialihkan pada perseteruan dan perkelahian.

Menjadi Indonesia 100% artinya mensyukuri seluruh anugerah NKRI sebagai washilah kita untuk menjadi bangsa yang besar sebagaimana para pendiri negeri ini mencantumkanya dalam pembukaan UUD 1945, bangsa dan Negara ini harus jadi berkah bagi dunia. Karena itulah wujud syukur kita.

Soal tanggal 4 Nopember? Tanggal yang biasa aja, keseharian yang tidak boleh berbeda dengan hari-hari lain di negeri ini. Dalam demokrasi tentu saja wajar adanya demonstrasi. Negara ini sudah punya perangkat aturan dan alat Negara terbaik yang diberi mandat untuk menjaga Negara ini.

Oh iya ini Indonesia versi nyata yang diulas, bukan Indonesia versi dunia maya…. Bagi para perokok  mari kita hisap lagi…sebab itu satu kesadaran dan penghargaan bahwa negeri tercinta ini juga didirikan oleh mayoritas perokok…supaya menjadi Indonesia 100% Indonesia yang kaffah. Wallahu ’alam…

*Ketua PW GP ANSOR Prov. Jawa Barat