Mengambil hikmah dari kisah Raja Abrahah

1906

Oleh Nizar Maulan Malik

dahulu kala ada Seorang penguasa Yaman yang bernama Abrahah al-Asyram al-Habsy, ia merasa terheran-heran dengan kebiasaan orang Arab berkunjung ke Hijaz setiap tahun. Abrahah yang merupakan gubernur perwakilan Abyssina di Habasyah (Sekarang Etiopia) merupakan seorang warga asli Afrika beragama Nasrani.

Ia merasa heran dengan kebiasaan warganya yang rutin berkunjung ke Hijaz. Mereka memilih pergi ke negara lain, sementara wilayah Yaman amat sepi dari pelancong. Maka, terdengarlah kabar tentang Ka’bah ke telinga Abrahah. Orang-orang Arab rutin melakukan haji ke bangunan yang didirikan nabi mereka, Nabi Ibrahim dan Ismail. Kala itu, Rasulullah belum lahir di tengah bangsa Arab.

Kisah Abrahah inilah yang kemudian menjadi pembuka kisah lahirnya Nabiyullah Muhammad Saw. Abrahah pun makin heran bangunan macam apakah yang mampu menarik kunjungan seluruh bangsa Arab. Di karenakan raja Abrahah Tak mengakui kesucian Ka’bah, Abrahahpun  spontan segera berpikir untuk menandinginya. Ia pun memutuskan membuat tempat ibadah yang tak kalah suci, namun jauh lebih megah dari Ka’bah.

Jadilah Al-Qullais yang begitu indah,Pintunya terbuat dari emas, lantainya terbuat dari perak, fondasinya terbuat dari kayu cendana. Siapa pun yang melihatnya akan takjub dengan kemegahannya. Namun, apa yang terjadi?

Bangsa Arab tak sedikit pun tertarik dengannya. Semegah apa pun bangunan itu, tak ada yang mampu menandingi Ka’bah. Keinginan Abrahah untuk menghancurkan Ka’bah pun makin menjadi-jadi ketika mendapati bangunannya dihina. Yaitu ketika ada seorang pria telah membuang hajat di dalam Al Qullais dengan sengaja.

Geramlah Abrahah ketika mengetahuinya, Memuncaklah emosi Abrahah pada saat itu dan berencana ingin menghancurkan Ka’bah yang suci itu.  Ia segera melakasanakan rencananya. Dikumpulkanlah sejumlah prajuritnya yang tangkas. Tak hanya pasukan, ia mengimpor sepasukan gajah dari Etiopia.

“Bawa pasukan gajah di barisan terdepan, besok kita berangkat ke Makkah untuk menghancurkan Ka’bah!” seru Abrahah.

Keesokan hari, ribuan gajah dan bala pasukan pun berangkat dari Yaman menuju Makkah, tanah suci umat Islam. Abrahah sendiri yang memimpin pasukan tersebut. Ia menungganggi gajah yang terbesar di antara pasukan gajah tersebut. Tak lama kemudian , tibalah rombongan Abrahah di dekat Kota Makkah, tepatnya di kawasan Mughammas. Mereka berhenti sejenak, sementara Abrahah mengutus seorang utusan untuk menemui penguasa Makkah. Saat itu, pemuka ternama Kota Makkah adalah kakek Rasulullah,yaitu  Abdul Muthalib.

Mendengar kabar pasukan di dekat Makkah, Abdul Muthalib menjawab,

“Demi Allah, kami tak ingin berperang dan kami tak punya kekuatan untuk melawan kalian. Akan tetapi, jika Abrahah ingin menghancurkan Baitullah, lakukan sesuka hati. Namun, aku yakin, Allah tak membiarkan rumah-Nya dihancurkan,” ujarnya.

Cukup lama pasukan Abrahah beristirahat di Mughammas. Meski belum memasuki Kota Makkah, mereka telah merampas banyak harta benda kaum Quraisy, termasuk unta nya milik Abdul Muthalib. Mendengar 200 ekor untanya dirampas pasukan Abrahah, Abdul Muthalib pun beranjak menemui Abrahah. Mendapat tamu dari pemuka Makkah, berbangga hatilah Abrahah.

Ia menyangka Abdul Muthalib cemas Ka’bah akan dihancurkan oleh pasukan gajahnya.

“Apa keperluan Anda hingga datang ke mari?” tanya Abrahah kepada kakek Rasulullah dengan congkak.

Namun, jawaban Abdul Muthalib sangat di luar dugaan Abrahah. “Kembalikan 200 ekor unta milikku yang telah dirampas oleh pasukanmu,” ujar Abdul Muthalib.

Abrahah pun terheran, “Mengapa kau lebih mengkhawatirkan untamu, padahal kami datang ke sini untuk menghancurkan Ka’bah? Mengapa kau tidak mengkhawatirkan Ka’bah itu saja?” ujarnya.

“unta-unta yang kau rampas itu adalah milik ku, sementara ka’bah merupakan milik Allah. Maka, Allah lah yang akan melindunginya,” jawab Abdul Muthalib ringan.

Abrahah pun terdiam, namun sangat geram mendengar jawaban dari Abdul Muthalib.

Dikembalikanlah unta-unta milik Abdul Muthalib. Dan saat kembali ke Makkah, Abdul Muthalib pun memperingatkan warga kota agar berlindung menyelamatkan diri.

“Wahai kaumku, tinggalkanlah Makkah, berlindunglah ke bukit.. Sungguh aku melihat pasukan Abrahah yang besar dan mustahil kita lawan,” seru Abdul Muthalib.

Bergegaslah warga Makkah meninggalkan kota. Sementara, Ka’bah tetap berdiri tak satu pun warga yang melindungi.

“Ya Allah, kami menyelamatkan diri kami maka lindungilah rumah-Mu ini,” doa Abdul Muthalib di depan Ka’bah sebelum meninggalkan kota.

Sementara itu, pasukan Abrahah pun bergegas menuju Makkah.. Hentakan kaki gajah telah membuat bulu kuduk warga Makkah merinding. Mereka berpikir, inilah hari akhir bagi Kota Makkah. Abrahah pun memerintahkan seluruh pasukanya untuk menyerang.

Namun apa yang terjadi, tiba-tiba gajah-gajah enggan melangkahkan kaki. Mereka hanya terdiam dan enggan untuk menyerang. meski telah dicambuk sang majikan, gajah-gajah itu malah berbalik arah dan enggan menuju Ka’bah.

Gajah-gajah itu justru hanya berputar-putar saja di lembah Muhassir, dekat Ka’bah. Abrahah pun semakin marah dan terus memerintahkan pasukannya untuk mencambuk gajah-gajah itu agar mau mengikuti perintahnya. Namun, pasukannya kehabisan akal dan kelelahan menangani gajah yang menurut mereka telah terlatih tersebut. Hingga kemudian, tiba-tiba datang rombongan burung dari angkasa. Jumlahnya sangat banyak.

Yang menakutkan , setiap ekor burung membawa batu-batu panas yang akan siap untuk di lemparkan, yang menjadi target adalah pasukan Abrahah, burung-burung itu pun melemparkan batu yang panas membara itu.

Setiap apa saja yang terkena batu itu, ia langsung binasa dan hangus terbakar, Melihat kejadian seperti itu, maka panik dan bubarlah pasukan raja abrahah. Mereka berlarian mencari tempat berlindung. Namun, tak ada yang selamat, mereka binasa, bahkan mereka sedikitpun bisa menyentuhkan jemarinya ke Baitullah.. Pasukan Abrahah binasa dan selamatlah Ka’bah