Membendung Gelombang Radikalisme

61

Membendung Gelombang Radikalisme

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memutuskan untuk turut dalam aksi membela Palestina yang diinisiasi Pengurus Pusat Majelis Ulama Indonesia 17 Desember 2017 yang lalu. KH. Ma’ruf Amin yang notabene Rais Am PBNU dan Ketua Umum MUI tampil di garda depan bersama KH. Marsudi Syuhud. Sebetulnya aksi ini tidak menarik karena turut juga para alumni 212 yang secara garis besar merupakan kelompok radikal-fundamentalis.

Lihat saja buktinya. Ketika Menteri Agama RI, KH. Lukman Hakim Saefuddin memberikan sambutan, bukannya disambut dengan baik, malah disoraki. Sambutannya dipotong-potong oleh para tokoh kelompok radikal-fundamentalis: Bachtiar Nasir, Tengku Zulkarnain, Abdullah Gymnastiar dan lain semacamnya. Apalagi saat Menag memuji dan mengapresiasi upaya Presiden Jokowi berkenaan dengan diplomasi kenegaraan, malah terus disoraki dan dikerdilkan.

Masih banyak orang awam maupun terpelajar yang tidak sadar ketika mereka diracuni oleh politisasi agama. Sebagian dari teman-teman kita tidak sadar, padahal mereka sedang diracuni ujaran kebencian. Puncaknya adalah politisasi agama yang berhasil menjebloskan Ahok dan sekarang masih berupaya melakukan makar (dengan agama sebagai bungkusnya) terhadap pemerintahan sah Presiden Joko Widodo.

Di mata mereka, kelompok radikal-fundamentalis, Presiden Joko Widodo harus lengser dan bahkan bisa jadi dengan menghalalkan segala cara, terbukti dengan diringkusnya kelompok Saracen dan Jonru oleh aparat kepolisian yang terbukti melakukan ujaran kebencian, terutama melalui media sosial. Kita harus tahu, orang dengan mental Saracen dan Jonru masih banyak berkeliaran. Merekalah jamaah Saracen dan Jonru yang terus mengakar, menjadi juru dakwah ujaran kebencian dan fitnah.

Saya menyarankan agar PBNU dan MUI harus tegas untuk menjaga jarak dan membatasi kelompok radikal-fundamentalis. Sebab mereka inilah sejatinya perusak keutuhan NKRI. Mereka terang-terangan punya propaganda menghancurkan NKRI dan menggantinya dengan Khilafah Islamiyah/Negara Islam. Mereka juga terang-terang menolak Pancasila, malah mau menghidupkan lagi Piagam Jakarta untuk kemudian menerapkan syariat Islam (versi mereka).

Kita harus terus serius, pro aktif dan bersama membendung gelombang radikalisme. Agar fenomena rusak ini tidak menjadi musibah tsunami yang menjurus pada makar dan terorisme. Kelompok radikal-fundamentalis ini memang sangat licin, seperti bunglon, punya daya tunggang yang muslihat. Maka tidak ada jalan lain, kita harus memperkuat benteng keislaman kita dengan corak Islam Nusantara dan wawasan kebangsaan.

Kita harus punya gerakan melalui sistem dan kultural untuk terus memperkuat ideologi Pancasila dan Islam Nusantara ke berbagai lembaga pendidikan, kantor-kantor pemerintahan dan umumnya masyarakat luas. Kita harus tegas, kalau ada individu maupun kelompok, mau mengaku Islam atau tidak, harus kita pastikan untuk menolaknya. Mulutnya mengatakan Allahu Akbar, membaca ayat suci Al-Qur’an dan hadis Nabi saw., tetapi perilakunya radikal dan makar, sekali lagi, kita wajib membendungnya.

Wallaahu a’lam

Mamang M Haerudin (Aa)
GP Ansor Kabupaten Cirebon

Pesantren Bersama Al-Insaaniyyah, 20 Desember 2017, 13.23 WIB