Mahasiswa ; Agen of Change atau Agent of Event?

366

Oleh : Edi Prabowo *)

Zaman kian berkembang, begitupun perkembangan tipelogi mahasiswa saat ini seperti aktifis, akademis, hedonis, apatis, dan masih banyak lainnya. Banyak yang mengatakan dan disepakati bahwa mahasiswa memiliki peran penting dalam tatanan social baik ruang akademik maupun tempat asalnya masing-masing. Tepat pada try dharma perguruan tinggi; Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian, mahasiswa dituntut menjadi insan yang berguna serta bertanggung jawab terhadap ilmunya. Mahasiswa ditugaskan untuk dapat menuntut ilmu dalam kegiatan akademik serta mampu mengamalkan keilmuannya dalam kehidupan luas.

Bukti nyata mahasiswa sebagai tonggak bangsa telah tercatat dalam sejarah. Tahun 1908, mahasiswa STOVIA mendirikan Orgsnisasi Boedi Oetomo sebagai wadah kaum terdidik yang memiliki keyakinan bahwa masa depan bangsa ada pada genggaman para pemuda (mahasiswa). Sampai pada tahun 1998 mahasiswa mampu menggulingkan rezim pemerintah berkedok neo-fasisme, hal tersebut sebagai puncak juga akhir dari gerakan-gerakan mahasiswa yang kian lama kian memudar.

Budaya politik praktis dalam tatanan kampus pun kian menjalar, mahasiswa berbondong-bondong mengkader dan merebut bangku kekuasaan organisasi, mencaci maki sana-sini dengan argumentasi yang mentah tak objektif sehingga menumpulkan pisau kepekaan terhadap sosial, mengahncurkan integrasi juga kekuatan mahasiswa saat ini. Ironisnya partai politik mulai mengakar dalam dunia kampus, apa jadinya jika mahasiswa sudah dipesan oleh partai politik? Bukan berarti mahasiswa anti terhadap politik, namun hal tersebut dapat berdampak pada sifat independensi mahasiswa dan lembaga mahasiswa.

Mahasiswa adalah kaum intelektual apapun potret yang terjadi dalam wilayah kampus maupun diluar kampus mahasiswa mesti sigap dan cepat tanggap. Apabila hancurnya independensi mahasiswa dan lembaga mahasiswa maka keberhasilan reformasi 98 jauh dari kata berhasil, jangan heran jika reformasi dipertanyakan. Apabila partai politik menjalar dalam tatana kampus, dan memiliki tujuan tertentu untuk membuat embrio parta politik., maka dapat dipungkiri kekuatan serta integritas mahasiswa dan lembaga mahasiswa pudar.

Sejatinya mahasiswa sebagai agent of change, iron stock dan Agent Social of control, mampu menyelesaikan problematika kampus serta tatanan masyarakat. Namun, tak banyak mahasiswa saat ini yang peka terhadap lingkungan sekitar ia lebih memilih diam dengan kenyamanan daripada ikut berkecimpung dalam persoalan sekitar, padahal dalam realitanya masyarakat membutuhkan pembelaan secara hukum, semestinya mahasiswa mampu memeeping rakyat pun prilaku birokrat demi terwujudnya cita-cita bangsa yang merdeka serta berkedaulatan yang kekal.

Ada pula segelintir mahasiswa lebih senang dengan kesibukan-kesibukan sekuler, berpenampilan Modis, nongkrong di cafe-café bahkan tertipu dengan simbol-simbol elektronik. Senang dengan budaya shoping daripada membaca dan membeli buku. Seperti dipintarkan namun dihilangkan identitasnya.

Tak sedikit pula mahasiswa sibuk dengan event-event berbendel seponsor yang esensinya hura-hura belaka. Lupa akan kajian-kajiannya sosialnya, kajian kebangsaannya, kajian kepeduliannya. Pudarlah idealismenya padahal idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda, serupa dengan Tan Malaka. Maka pertanyaannya, pantaskah mahasiswa kini sebagai agen of change atau agen of event?

Sedikitnya mahasiswa melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan kepekaan terhadap problematika social bedampak pada kemajuan bangsa dan Negara. Belum lagi kini Negara sedang di uji tentang kesatuannya. diombang ambing oleh pihak lain.

Banyak mahasiswa menggeluti bakatnya dalam ruang organisasi, mengasah orientasinya, serta menebalkan pengalamnya dengan program acara sedemikian rupa untuk terjun pada masyarakat kelak nanti. Namun apakah kegiatan tersebut berbanding lurus dengan keadaan social atau hanya menguntungkan segelintir orang atau kepentingan individu, bahkan sekedar eksistensi?

Dengan mudah kita dapat temui lembaga mahasiswa (organisasi) intra kampus di berbagai Universitas-universitas indonesia seperti, Badan Eksekutif Masyarakat (BEM), badan legislative di ranah fakultas maupun universitas, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ/HIMA) di setiap tatanan jurusan dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Dari berbagai banyak ruang lembaga (organisasi) mahasiswa internal bertujuan untuk membantu mahasiswa mengembangkan diri baik dalam bak lembaga kesenian, keagamaan, olahraga. Belum lagi dengan adanya lembaga (organisasi) mahasiswa ekstra kampus.

Semestinya lembaga mahasiswa mampu membuat kegiatan-kegiatan progresif yang dapat menumbuhkan semangat juang dalam menyikapi social, justru saat ini mahasiswa hanya sibuk merancang event-event music, perlombaan sesampai ada membuat perlombaan game.

Dengan merancang proposal semenarik mungkin yang tujuannya agar dapat memenuhi kebutuhan event-event hedonis belaka, mengemis kepada birokrat kampus bahkan pada badan usaha kapitalistik yang jelas-jelas merenggut ekonomi masyarakat. Budaya seperti ini yang marak kita temukan, tak heran jika saat ini mahasiswa lebih condong kepada bungkam menumpulkan kekritisan lembaga mahasiswa itu sendiri. Dengan seringnya mahasiswa diberi dana oleh pihak birokrat kampus maka semakin nyenyak lah lembaga mahasiswa dininabobokan dengan kegiatan-kegiatan yang sangat padat dan berdampak kepada minimnya kepekaan terhadap kebijakan-kebijakan birokrat kampus.

Adanya event-event berbendel sponsor pun mempengaruhi keadaan social, dengan adanya kegiatan pengajuan proposal pada badan usaha kapitalistik sehingga adanya perjanjian dalam proses berlangsungnya event tersebut. Sering kita temui event-event lembaga mahasiswa yang ada di wilayah kampus, dapat kita lihat banyaknya prodak-prodak kapitalistik berjejeran ketika acara event dilaksanakan, dengan lapak yang diberikan oleh pihak lembaga mahasiswa maka jumlah produksi kian memesat.

Jika jumlah produksi menaik maka jumlah pekrja (buruh) pun kian menaik, kebanyakan buruh di Indonesia adalah kaum wanita. Apabila jumlah buruh wanita meningkat maka pertanyaan bagaimana seorang Ibu mampu mengurus anaknya dengan waktu yang terbatas ? al hasil anak terbengkalai dan ini mempengaruhi tatana social masyarakat Indonesia. Seharusnya mahasiswa menjadi garda terdepan untuk membela masyarakat, bukan hanya asyik dengan eksistensinya bahkan malah menjauh pada masyarakat yang membutuhkan bantuan secara hokum.

Potret mahasiswa masa kini adalah sebagai Agen Of Event, mengatur keberlangsungan event serta menengteng keberlangsungan penindasan secara komunal. Sejatinya lembaga mahasiswa membuat kegiatan bermanfaat yang dapat memancing kepekaan mahasiswa bukan sekedar libido belaka. Jangan sampai mahasiswa masa kini dipintarkan namun dihilangkan identitasnya.

*Mahasiswa UIN SGD BDG dan Kader PMII Rayon Syariah dan Hukum Komisariat UIN SGD Cab. Kota Bandung