Konflik dan Masa Depan Anak-Anak

219

Oleh : Azis Ian (Kader GP Ansor Kabupaten Bogor)

“Jika setiap anak Irak dan Suriah bercerita 7 menit saja pengalaman selama konflik, akan tersaji 93 juta menit kisah sedih dan derita yg mereka alami dari keluarganya yang hancur berkeping-keping hingga jadi makanan anjing” (tirto.id)

Lantas mengapa di Indonesia ini “resep” sekali berkoar-koar untuk mengganti sistem negara demokrasi yang sudah “ajeg” ini menjadi sistem salah satu agama terpimpin atau mereka sering menyebutnya? Yang tentu saja tanpa atau disadari banyak sekali intervensi asing dalam prosesnya. Sebelum khilafah itu terwujud mungkin para penggagasnya sudah terkoyak tubuhnya oleh rudal, bom, senjata kimia dan lain sebagainya.

Apakah kita mau menyaksikan anggota keluarga kita, khususnya anak-anak kita mati bersimbah darah dengan ceceran daging membusuk dan isi otak juga perut terurai demi memperjuangkan sistem terbaik menurut salah satu kelompok saja?

Apakah gambar-gambar penderitaan anak-anak Suriah yang sering dibagikan di media sosial, juga tak sedikitnya akun yang memposting ganbar tersebut memang berniat untuk jualan, menjadi kenyataan yang datang pada kehidupan kita?

Tolonglah berpikir ulang untuk melawan sistem pemerintahan negara demokrasi ini menjadi sistem baru yang hanya angan-angan nostalgia yang pernah berjaya itu (walaupun pada akhir kepemimpinannya banyak terjadi penyelewengan dan kebiadaban). Setiap revolusi itu tidak murah, ia harus berhadapan dengan ongkos darah, kelaparan, kanibalisme, kehancuran, pengungsian, kebrutalan, dan kematian yang tidak akan pernah terhitung harganya.

Ketika konflik transisi itu terjadi, apakah kalian bisa berpikir untuk memperjuangkan sistem negara agama sementara anak-anak dan keluarga kalian terbunuh juga harta serta tempat tinggal kalian habis dan hancur berkeping? Bahkan kalian sendiri dalam keadaan cacat dan kelaparan.

Mengganti sistem negara bukan hanya akan berurusan dengan pemerintahan dan rakyat saja. Akan tetapi akan berurusan dengan konflik, senjata pemusnah, peperangan, kekejian, dan kematian. Apakah kalian akan berdalih atas nama Tuhan kalian rela mati demi kalimat “Jihad fi Sabilillah” dan mati dalam keadaan syahid? Apakah kalian yakin bahwa anak-anak kalian paham akan jihad dan peperangan?

Pada akhirnya anak-anak kalian hanya akan jadi korban dari keegoisan dan kenekatan kalian.

Apakah kalian rela mati sedangkan anak kalian tumbuh cacat dan gelandangan? Mereka tidak mendapatkan pendidikan, makanan, dan tempat tinggal. Seperti banyak anak di Aleppo mereka hanya menanti kematian dengan penderitaan dan kesakitan yang sangat menyedihkan tanpa kalian dampingi, karena kalian hanya berpikir mati, tetapi mempersiapkan hidup dan khususnya menghidupkan keluarga kalian.

Apakah kalian yakin bahwa anak-anak kalian akan tumbuh dewasa dengan mengemban perjuangan jihad kalian demi mewujudkan sistem negara agama itu? Apakah kalian tidak pernah berpikir bahwa anak-anak kalian akan trauma mendalam dan hidup dalam penderitaan dan kemiskinan?

Apa kalian dapat memastikan bahwa mereka akan istiqomah meneruskan perjuangan kalian, atau malah jangan-jangan mereka dipengaruhi para penjajah itu untuk berpindah keyakinan? Jika kejadiannya seperti itu, bukan lagi kejayaan yang kalian raih, akan tetapi kekalahan telak dan menciptakan generasi penerus yang akan menghinakan kalian baik di dunia maupun di akhirat.