Kelompok Intoleran, Taleus Ateul Kota Ramah HAM

251

Kisruh acara Kebangunan Kebaktian Rohani (KKR) pada 06 Desember oleh sekelompok ormas yang mengaku Pembela Ahlussunnah (PAS) bukan hanya menampar muka Walikota Ridwan Kamil, tapi juga telah mencoreng Wajah warganya.

Bagaimanapun tindakan mereka itu telah merusak tatanan yang dicanangkan oleh sang walikota untuk menjadikan Bandung sebagai Kota Ramah HAM di dunia. Kelompok PAS mengaku bahwa kehadiran mereka tidak membubarkan kegiatan tersebut, hanya sekedar mengingatkan batas waktu kegiatan. Pertanyaannya, apa hak mereka untuk mengingatkan ?

Permohonan maaf Kang Emil atas insiden itu sudah tepat. Pengakuan yang jujur dan bijaksana sebagai seorang pemimpin yang berkewajiban memayungi seluruh warganya tanpa kecuali. Demikian pula, sembilan poin langkah penyikapan Pemerintah Kota Bandung dengan melibatkan sejumlah ormas dan forum ummat beragama patut dipuji. Tentu saja langkah ini perlu pembuktian dalam aksi nyata, bahwa sejumlah catatan itu benar-benar bertaji.

Sebagaimana dikatakan Koordinator Jaringan Kerja Antar Ummar Beragama (Jakatarub) Wawan Gunawan dalam tajuk acara Festival Literasi Kebangsaan pada 06 Desemeber di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), “Negara tidak pantas basa basi soal HAM, karena tugas negara (Walikota) memang untuk menegakkan HAM”.

Warga Bandung harus benar-benar merasakan jika Bandung memang ramah dengan terjaganya Hak-hak azasi warga oleh pemerintah Kota. Bukan soal hak menjalankan keyakinan saja, tapi juga hak udara dan air bersih, hak berekspresi, mengeluarkan pendapat, hak keamanan, dan hak kesejahteraan bagi warganya.

Jelas, prilaku kelompok intoleran ini tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dasar hak warga untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya. Peristiwa ini bukanlah soal kecil sebagaimana dikatakan Gubernur Ahmad Heryawan. Seorang pemimpin pemerintahan yang menyepelekan persoalan yang menyangkut hak azasi warga, sama halnya negara absen dan tidak peduli pada pemenuhan hak warganya.

Kelompok intoleran ini telah hilang adab untuk hidup bersama, berdampingan dengan kelompok yang berbeda. Menistakan sunnah Kanjeng Nabi yang melalui piagam madinah (Shohifah Madinah) meneguhkan tata kehidupan lintas suku, agama, komunitas Madinah dalam satu kesatuan ummah. Memunggungi konstitusi untuk hidup harmoni. Mengambil peran negara dengan bertindak sewenang-sewenang. Melanggar adat budaya masyarakat untuk silih asah, silih asuh dan silih asih.

Tekad Kang Emil untuk menjadikan Bandung Kota Ramah HAM harus didukung warganya. Seluruh pihak harus ikut terlibat di dalamnya. Jangan biarkan kelompok intoleran merusak tatanan hidup bersama. Bukan soal piagam HAM PBB, tapi itu merupakan warisan akar budaya kita yang sejalan dengan syariat suci seluruh agama. (Edi Rusyandi).