Kampung Nahdlatul Ulama

457

SERANG, ansorjabar online-Terletak di Kampung Sumur Rt 009/Rw002 Desa Winong Kecamatan Mancak Kabupaten Serang; Banten, sebuah kawasan bernama “Kampoeng Nahdlatul Ulama” berdiri. Sebuah kampung kecil di pelosok Serang bagian barat.

Awal mula berdirinya kampung ini adalah atas gagasan inisiatif dari sosok Andis Kurniawan yang “konon” merupakan ketua PAC Ansor Kecamatan Mancak yang kemudian gagasan ini mendapat respon dan dukungan positif oleh Sahabat Ansor dan Banser di kecamatan tersebut.

Pada mulanya, di Kampung ini Banser sangatlah asing, “Perlu diketahui bahwa Banser baru ada sejak saya ikut DTD. Istilah Banser sangatlah asing disini, pakaiannya yang loreng khas Banser juga terlihat asing” ungkapnya melalui pesan WA pada Minggu, (01/04/2018).

Pihaknya bersyukur karena setelah kurang lebih 1 tahun berjalan, sudah dua kali mengirim para pemuda untuk bergabung menjadi Banser. “Sekitar 25 Banser (Yang sudah ada) sekarang”, jelasnya.

Gagasan “Kampoeng Nahdlatul Ulama”

Awal mula munculnya ide membuat “Kampoeng Nahdlatul Ulama” adalah sebab keprihatinan sosok Andis terhadap mayoritas warga Kampungnya yang beramaliyah 100% Aswaja An-Nahdliyyah, namun ketika ditanya “Apa itu NU ?” mereka masih kebingungan.

“Berawal dari keprihatinan saya terhadap warga di lingkungan saya yang beramaliyah Aswaja An-Nahdliyah, akan tetapi tidak mengerti apa itu “Nahdlatul Ulama”.

Di kampung saya ini, awal mulanya jarang dan bahkan sulit sekali menemukan bendera NU dan Banomnya, akan tetapi lebih mudah untuk menemukan bendera-bendera partai” ungkap Andis.

Sejak saat itulah, Andis menemui Ahmad Nuri (PW GP Ansor Banten) dan bercerita mengenai keluh kesah yang terjadi di kampungnya. Tak lama setelah itu, Andis mengikuti kegiatan DTD bersama 12 orang lainnya yang bertempat di Kecamatan Carenang, Kabupaten Serang.

Kepedulian sosok Andis terhadap ghiroh Nahdlatul Ulama di kampungnya yang mulai vakum, tidak hanya berhenti disitu saja. Ia dan rekannya, Athoulloh (designer kaligrafi pada tulisan gapura Kampung NU) terus melangkahkan kakinya dan memantapkan jiwanya untuk memperkenalkan dan membumikan kembali nama NU di kampung tercintanya.

“Kami memperkenalkan NU disini berjuang dari gardu ke gardu, dari warung satu menuju warung lain untuk mengajak anak-anak muda supaya mau bergabung kepada Nahdlatul Ulama. Tak hanya itu, kami membentuk wadah pengajian bernama Majelis Al-Khoirot.

Wadah inilah yang menjadi sarana dalam memperkenalkan dan menyebarkan benih-benih Nahdlatul Ulama kepada generasi-generasi kami yang masih awam mengenai NU secara struktural, supaya tidak terkontaminasi oleh gerakan-gerakan lain yang bersifat “Radikal” seperti yang belakangan ini marak di Indonesia, yakni Hisbut Tahrir (HTI)” kenang Andis.

Masih, kata Andis seiring berjalannya waktu gagasan Andis mulai diterima dan diapresiasi oleh masyarakat kampungnya sebab kehadirannya menitikberatkan pada manfaat untuk ummat. “Singkat cerita, terakhir 4 orang anggota kami mengikuti PKPNU Angkatan 1 di Kabupaten Serang”.

“Kami ingin menunjukan bahwa di kampung kami, NU itu ada. Bukan hanya sekedar mitos belaka. Kami ingin nantinya generasi kami bergabung dengan kami, berjuang melalui NU supaya tidak mudah diombang-ambing pemikiran lain yang menyalahi kodrat NU.

Saatnya kita mengibarkan bendera NU setinggi-tingginya, merasa cinta dan bangga kepada NU. Nah untuk mewujudkan hal ini, kami perlu panggung.

Akhirnya munculah ide merayakan Harlah NU yang mirisnya seumur-umur baru pertamakali terselenggara di kampung kami.

Bertepatan dengan bulan Rojab ini, kami (PAC Ansor Kecamatan Mancak) menyelenggarakan kegiatan peringatan “Isro’ mi’raj” yang akan dihadiri oleh Guru Mulia Abuya Muhtadi Dimyathi, Cidahu-Pandeglang, Banten. (8 April 2018) yang akan di selenggarakan atas kerjasama dengan masyarakat setempat berlokasi di halaman mushola Al-Hidayah, Winong.

Terakhir, Andis berharap supaya setelah terselenggaranya acara Harlah NU nanti, dan diawali dengan berdirinya gapura NU di kampung ini, orang dengan bangga, gagah dan berani mengatakan “Saya NU, Saya bangga jadi warga NU”. Karena NU adalah kita, dan kita adalah NU.

Salam, NU selalu di hati !.
Vinanda Febriani. (Ditulis di) Borobudur, 01 April, 2018.