KABUPATEN BANDUNG DAN BAYANG-BAYANG TINGKAT PERCERAIAN YANG SEMAKIN TAJAM

123

KABUPATEN BANDUNG DAN BAYANG-BAYANG TINGKAT PERCERAIAN YANG SEMAKIN TAJAM

Belum lama ini sempat viral sebuah video yang menunjukan antrean panjang di halaman Pengadilan Agama Negeri Soreang, dikabarkan bahwa antrean tersebut bukanlah antrean panjang masyarakat penerima bantuan sosial akan tetapi antrean pasangan suami istri yang mengajukan gugatan perceraian, gugatan talak dan lain sebagainya. Menurut kabar, Pengadilan Negeri Agama Soreang, selang bulan Juli sampai Agustus tingkat perceraian di Kabupaten Bandung mencapai 1102 perkara.

Menurut penuturan Dadang Naser yang dilansir berdasarkan Surat Kabar Harian Republika tertanggal 30 Agustus 2020, meningkatnya jumlah perceraian di Kabupaten Bandung salah satu faktor utamanya adalah permasalahan ekonomi. Dalam suasana duka pandemi Covid-19 banyaknya karyawan yang kena PHK ditempat kerja, menyebabkan ketidakmampuan kepala keluarga (dalam hal ini suami) untuk menafkahi istrinya. Ketidakberdayaan rumah tangga tersebut memaksa mereka untuk memilih jalan pintas terbaik adalah dengan bercerai.

Sebetulnya dalam kondisi rumah tangga yang tidak baik-baik saja, perceraian bukanlah hal yang terlarang, namun apabila tingkat perceraiannya sudah mencapai 1102 perkara dalam dua bulan saja, tentu hal ini menjadi tanda tanya besar untuk kita semua dan apabila ini terus terjadi bukan hal yang tidak mungkin menjadi suatu permasalahan sosial baru di masyarakat.

Kondisi menyakitkan ini, sayangnya ditanggapi kurang serius oleh Bupati Kabupaten Bandung Dadang Naser. Pasalnya Bapak Bupati yang terhormat bukannya ikut membantu mencari solusi bagaimana mengentaskan tingkat perceraian di Kabupaten Bandung yang setiap tahun terus melonjak, Bapak Bupati hanya mengajak kepada para ulama setempat untuk ikut membantu menekan angka perceraian. Dengan cara apa? Tentu saja dengan cara-cara religi khas keislaman berupa ceramah-ceramah tentang kufur dan laknatnya sebuah perceraian. Apakah hal itu dapat membantu? Jawabannya adalah tidak, hal itu bukan solusi justru hanya akan menakut-nakuti pasangan suami istri untuk bercerai. Dan hal yang paling berbahaya dari ketakutan itu adalah demi menghindari perceraian akhirnya pasangan suami istri tersebut tetap bertahan dengan rumah tangga yang tidak membahagiakan, ketidakbahagiaan itulah yang nantinya akan memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bila kekerasan dalam rumah tangga sampai terjadi hal ini justru hanya akan membuka lembaran masalah baru dan memperpanjang barisan kekacaun di Kabupaten Bandung. Pekerjaan Rumah Pemerintah Kabupaten Bandung yang amat panjang dan tidak usai di ujung periode ini justru menjadi catatan merah yang mestinya tak termaafkan.

Daripada mengajak para ulama untuk ikut membantu dalam menekan angka perceraian dengan ceramah-ceramah yang menakutkan, akan lebih bijaksana bila Bapak Bupati mengajak kepada seluruh masyarakatnya dan memberikan pemahaman bahwa ternyata memilih untuk menikah adalah jalan panjang yang semestinya melalui sebuah persiapan yang matang antara calon pasangan suami istri. Pembekalan pra-nikah mestinya bukan berisi kajian-kajian bagaimana istri mampu melayani suami, tapi bagaimana caranya untuk bisa saling membagi peran dalam rumah tangga, bagaimana untuk bisa sama-sama saling mengendalikan emosi, bagaimana cara terbaik bertumbuh dan berkembang bersama anak, juga tentu saja yang tak kalah penting adalah bagaimana caranya berbagi peran agar setara antara suami istri dalam hal pemasukan dalam keuangan rumah tangga.

Itu artinya, tidak ada lagi kata-kata yang keluar dari mulut seorang suami untuk melarang istrinya bekerja, karena terbukti kan apabila keuangan rumah tangga hanya dibebankan pada suami semata, disaat-saat pandemi seperti ini bila sang suami di PHK, tidak ada lagi jalan lain untuk mampu menghasilkan uang dan pada akhirnya perceraianlah jalan keluarnya. Itulah mengapa, seorang pemimpin mestinya memiliki jiwa feminin dan empati yang lebih tinggi agar mampu membaca realita yang tak kasat mata. Mampu menciptakan sebuah kebijakan yang berperikemanusiaan dan tentu saja ramah terhadap perempuan.

Penulis
Vivi Tamia
Pengurus Kopri PMII Cabang Kabupaten Bandung