INTOLERANSI PADA KEADILAN

62

INTOLERANSI PADA KEADILAN

Ada sesuatu hal sangat tidak biasa di kantor YLBHI pekan lalu. Ratusan orang berwajah marah menggeruduk kantor YLBHI dengan tuduhan LBH disusupi Partai Komunis Indonesia atau biasa disingkat PKI. Terlihat dari video-video yang beredar social media, sebagian massa yang datang bertindak vandal.

Nama “PKI” seolah-olah menjadi monster besar yang sering kita temui dalam mitos-mitos di masyarakat atau di film-film sejenis Ultraman maupun Godzilla.

Lalu, perihal LBH dari dulu hingga sekarang yang diketahui penulis sangat konsisten mendampingi secara hukum kaum-kaum tertindas, kaum-kaum terzhalimi, rakyat-rajyat miskin, petani-petani kecil, nelayan-nelayan kecil, dan kaum-kaum termarjinalkan lainnya. Saya pikir itu memang aktivitas paripurna dari LBH. Ketika ada umat beragama mengalami diskriminasi, maka LBH hadir terdepan. Begitu juga ketika ada sebagian kecil rakyat yang mengalami ketidakadilan dari arogansi suatu rezim terdahulu, LBH pun hadir mendampingi. Tidak pernah absen dan tidak pernah pandang bulu dalam menyelesaikan kasus apapun.

Lantas, jika memang ada rakyat yang mengadu jadi korban diskriminasi pada kasus 1965, maka LBH pun turut mendampingi.

Tidak melihat latar belakang ormas, partai, dan apapun lainnya. Selama mereka manusia yang merasa diperlakukan tidak adil, maka LBH akan hadir paling depan.

Saya pernah mendapat cerita dari Kakek saya yang ketika tahun 1950-an banyak orang terpedaya oleh agitasi dan propaganda PKI. Mereka diajak ikut mendukung PKI dan dijanjikan 1 ekor Kerbau jika PKI menang. Mereka tidak pernah tahu sejarah PKI pernah menyerang Muslim tahun 1948 di wilayah Jawa Timur, karena keterbatasan media informasi saat itu.

Akhirnya mereka jadi simpatisan PKI dan itupun hanya sekedar ikut kampanye karena dibagi kaos PKI. Tidak jauh berbeda seperti yang sekarang dilakukan oleh para politisi, mau partai apapun saat kampanye jika diberi kaos dan ongkos maka rakyat kecil akan ikut saja. (Bisa dilihat petani di sawah-sawah dan kebun-kebun, atau nelayan di laut yang setiap hari pakai kaos berbagai partai, bahkan bendera partai apa saja bisa dikibarkan di perahunya).

Berangkat dari fenomena itulah saya berasumsi bahwa ketika rezim Orba membasmi segala hal yang berkaitan dengan PKI pasca G30S, itu tidak seutuhnya dapat dibenarkan. Karena banyak korban yang tidak mengerti apa-apa terkait politik PKI. Mereka hanya korban penipuan PKI yang menggunakan segala cara untuk meraih simpati rakyat miskin. Sekali lagi, bukan berarti PKI adalah korban karena yang saya titikberatkan adalah orang-orang yang tidak paham akan PKI hanya sekedar ikut-ikutan, jelas PKI adalah aktor alias pelaku kekerasan di masa lalu. Namun seperti kata Gus Dur, forgive but dont forget.

Oleh karenanya, saya masih yakin bahwa LBH masih berpegang teguh pada prinsipnya untuk mendampingi hukum para kaum yang mendapat perlakuan tidak adil, khususnya oleh penguasa tirani. (Azizian)