Indonesia Bukan Hanya Jakarta

202

Oleh: Agus Sanusi

UU 22/1999 telah memberi landasan bagi lahirnya otonomi daerah. Dengan landasan tersebut pemerintah pusat menyerahkan sebagian kewenangannya. Daerah-daerah pun harus terpacu untuk menciptakan berbagai inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

Problemnya adalah 20 tahun berlalu semenjak ditetapkan kita belum bisa move on dari cara berpikir Jakarta sentris. Ya Jakarta sampai hari ini masih ibukota negara, ia disebut sebagai mini Indonesia. Tapi haruskah kita melulu bicara tentang Jakarta?

Sebagai warga Jawa Barat saya pribadi ingin bicara tentang Jawa Barat. Ada banyak persoalan yang tak kalah pelik di jawa barat. Dimulai tingkat pengangguran yang masih sangat tinggi, intoleransi dan radikalisme sampai pada kesenjangan serta indeks pembangunan manusia yang masih belum cukup. Apalagi jika kita persoalan local wisdom yang sepertinya sangat sepi dari wacana pembangunan versi jabar juara

Jawa Barat adalah provinsi yang terdiri dari banyak desa dengan mayoritas di diami oleh suku sunda. Kesundaan itu sendiri absen dari pembangunan. Kita sibuk bicara millenialisme, digitalisasi, revolusi 4.0. Bukan berarti kesemuanya itu tidak penting namun tanpa filosofi pembangunan yang berakar pada kearifan lokal. Kita hanya akan mencopy paste kebudayaan barat dan lambat laun kehilangan identitas

Itu baru sebagian kecil persoalan kita di Jawa Barat. Tapi kita lebih suka berbicara tentang Lem Aibon di Jakarta, bergunjing tentang seorang keturunan Arab, menyebut kota itu intoleran padahal di Jawa Barat sendiri terorisme tumbuh, HTI mengibar ngibarkan benderanya dan kebebasan beragama berulangkali dilanggar. Kita bertanya tentang anggaran di Jakarta, namun lupa bertanya bagaimana anggaran disusun di Jawa Barat

Saya tidak tahu apa kita memang latah atau malas berpikir 😉