Hubungan Agama dan Negara: Menjadikan Al-Quran Sebagai Konstitusi Itu Tidak “Nyunah”

1278

Cibiru, (Ansorjabar Online)

Masih adanya kehendak sekelompok kecil golongan yang memaksakan formalisasi syariat Islam sebagai konstitusi atau dasar negara merupakan sikap ahistoris terhadap kesepakatan berbangsa dan bernegara para pendiri bangsa ini.

Pernyataan ini mengemuka dalam diskusi panel Hubungan Agama dan Negara pada acara Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Santri (LKMS), Jum’at (03/01), di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal, Cibiru, Kota Bandung. Diskusi ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat KH. A. Dasuki dan Dosen Pascasarjana UIN Bandung Dr. Nurohman Syarif.

“Keislaman dan keindonesiaan sejatinya tidak boleh diperhadapkan atau dipertentangkan. Keduanya dapat saling mengisi, dan Islam dapat dijadikan salah satu pendukung dan sumber utama dalam memperkokoh nilai-nilai keindonesiaan”, kata Kiai Dasuki.

Dikatakan Kiai Dasuki, Indonesia adalah rumah bagi semua agama dan keyakinan, tanpa harus terjebak pada formalisasi agama dalam mengarungi kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Konstitusi kita telah mengakui akan eksistensi masing-masing agama dan  mengamanatkan bagi  seluruh  warga Negara  untuk menjalankan kehidupan beragamanya”, imbuhnya.

Dalam konteks hidup berbangsa, lanjut mantan Ketua PMII Sumedang ini, yang dibutuhkan mendesak adalah Islam tampil dengan tawaran kultural yang lebih produktif dan konstruktif, khususnya dalam pengisian nilai-nilai keindonesaan dalam kerangka Pancasila dan UUD 1945.

“Rumusannya Agama (Islam) dengan demikian harus dijadikan sebagai ruh dan etika yang mendasari hukum positif”, ujarnya.

Sementara itu, Dr. Nurohman Syarif menegaskan bahwa upaya menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi  merupakan hal yang tidak “nyunnah”.

“Sebab al-Qur’an adalah kitab suci yang diterima atas dasar iman sehingga tidak bisa dipaksakan kepada orang yang tidak beriman kepadanya”, tegas Dr. Nurohman yang juga ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Jawa Barat ini..

Sementara konstitusi, menurutnya adalah kesepakatan bersama yang memang dimaksudkan untuk menjadi pedoman bersama dalam mengatur kehidupan bersama.

“Model inilah yang dicontohkan Nabi lewat piagam Madinahnya”, ujarnya. (edi)