Gus Yaqut sebut Kejadian Uighur, ada Pihak Yang diuntungkan

314

Tragedi Kemanusiaan dialami oleh Muslim Uinghur, di xianjian hingga kini masih menjadi perhatian khusus dari masyarakat Muslim Indonesia, tidak terkecuali Gerakan Pemuda Ansor ( GP Ansor) Nahdlatul Ulama.

Dalam hal ini, Ketua Umum Pimpinan GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, mempunyai pandangan beda daripada narasi yang dibangun oleh media asing. Terjadinya konflik Uighur diduga berlatarbelakang masalah ekonomi.

“Ansor memahami, bagaimana Amerika dan Aliansinya melalui semua kanal bersuara untuk kepentingan dan keuntungan mereka, termasuk Wall Street Journal (WSJ) yang membeberkan laporan terkait hal ini, “ sebut Gus Yaqut pada Senin, 16 Desember 2019.

Masih Menurut Yaqut, berdasar data yang diperoleh, kasus yang menimpa Etnis Uighur di Xinjiang dinilai tak lain adalah persoalan penguasaan lahan saja.

Sementara Isu agama, budaya dan sosial yang berkembang disana hanya kamungflase, ini sengaja dibuat oleh Tim Tank agar agenda utama samar,
dan kasus tampak semakin rumit.

“Data yang kita peroleh,
di Xinjiang itu ada beberapa Blok Migas, Sumur Gas, dan Pipa Gas,” paparnya.

Kendati demikian, GP Ansor memilih bersikap hati-hati. Mengingat gambaran konstelasi politik berwujud sebagai “Neo Cold War Geopolitics di mana ada benturan Politik Ekonomi dan Ideologi antara Barat (Amerika) dan Timur (Tiongkok).

Berharap, lanjut Gus Yaqut, harus ada Klarifikasi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tiongkok. Misal, membuat forum bersama dengan para Stakeholders dan Key Opinion Leaders dari seluruh Negara.

Sebelumnya Abdul Mu’ti selaku Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah mengku pernah diminta Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia agar Memberikan sikap atas penindasan pemerintah China kepada muslim Uighur.

Mu’ti sengaja bercerita ini untuk merespons berita Wall Street Journal. Ia memahami berita yg ditulis sarat kepentingan AS.

“Dubes Amerika Serikat ke PP Muhammadiyah, sang Duta Besar meminta Agar membuat pernyataan soal Uighur. Tapi kita katakan tidak karena punya penilaian tersendiri dan kalau menyampaikan sesuatu harus didukung oleh data,” kata Mu’ti di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat 13 Desember 2019.

Senada dengan Gus Yaqut, Mu’ti menilai manuver Duber AS itu merepresentasikan persaingan politik AS dengan China. Lebih detail dia juga menyebut, isu Uighur menjadi senjata politik AS untuk menyerang China.

Muhammadiyah tegas menolak segala penindasan terhadap kemanusiaan. Hanya mereka tidak mau terlibat dalam pusaran politik negara lain. “Muhammadiyah itu tidak bisa dibeli. Muhammadiyah itu senantiasa independen dalam setiap pernyataan dan kegiatan-kegiatannya,” tutur dia.

Ia juga menyayangkan berita Wall Street Journal. Mu’ti menilai media tersebut sesat. Sebab Muhammadiyah tak pernah menerima bantuan apapun dari Negara Bambu.

Diakui satu minggu terkhir, beredar berita bahwa China disebut berupaya mengajak sejumlah organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, media Indonesia, hingga akademisi agar tidak mengkritik dugaan persekusi yang diterima etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.

Laporan Wall Street Journal (WSJ) yang ditulis Rabu 11 Desember 2019, menjelaskan China menggelontorkan bantuan terhadap ormas-ormas Islam tersebut setelah isu Uighur kembali muncul ke publik, 2018. Saat sejumlah organisasi HAM internasional merilis laporan dan gencar menuding China mengisolasi satu juta Uighur di kamp penahanan layaknya kamp konsentrasi di Xinjiang.

Sodiqul