Gus Sholah: Tanpa Kiai dan Pesantren, Indonesia Hancur Berantakan

399

Jombang, (AnsorJabar Online)
Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang KH Salahuddin Wahid menilai, sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, pesantren belum mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah dan masyarakat luas. Hal itu diungkapkan Gus Sholah saat meresmikan berdirinya Yayasan Penguatan Peran Pesantren Indonesia (YP3I), di Tebuireng, Sabtu 18 Maret 2017.

Yayasan yang didirikan oleh belasan tokoh pesantren lintas ormas, cendekiawan lintas kampus, dan beberapa pengusaha muslim tersebut dimaksudkan untuk menguatkan peran pesantren dalam tiga ranah. Yaitu, pesantren sebagai benteng pembangunan karakter, pembangunan ekonomi umat, dan salah satu pilar kekuatan kepemimpinan bangsa.
 
Dalam sambutannya, Gus Sholah yang ditunjuk menjadi Ketua Dewan Pembina YP3I mengulas peran pesantren dan ulama dalam sejarah perjalanan bangsa. “Kalau tidak ada kiai dan pesantren, maka patriotisme warga nusantara –yang kemudian menjadi bangsa Indonesia– akan hancur berantakan,” ungkap Gus Sholah mengutip catatan Douwes Dekker.

Menurut Gus Sholah, harus diakui bahwa kalangan di luar pesantren adalah kelompok yang mulai menumbuhkan rasa kebangsaan dalam Kongres Pemuda II pada 1928. “(Tapi) nasionalisme yang mereka usung adalah nasionalisme yang tidak memberi tempat memadai bagi sesuatu yang berbau keislaman,” ujarnya di hadapan ratusan kiai yang memenuhi Aula H. Bachir Pesantren Tebuireng.

Adik kandung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini kemudian mengulas upaya-upaya peminggiran Islam dalam catatan sejarah. “Dalam buku berjudul ‘The Idea of Indonesia, A History’ karya RE Elson, tidak ada tempat bagi Islam. Nama KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan dan H Agus Salim tidak tertulis dalam buku itu. Buku karya Ricklefs juga bernada sama. Yang tertulis hanya nama HOS Tjokroaminoto,” tandasnya

Pada saat itu, imbuh Gus Sholah, pandangan kalangan luar terhadap pesantren dapat disimpulkan dari pidato Bung Karno saat mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari IAIN Ciputat pada 1964. Dalam pidato tanpa teks, Bung Karno mengkritik pesantren dengan menyebutnya sebagai gudang besar yang tidak punya pintu dan jendela, sehingga terasa pengap dan apek.

Terhadap penilaian tersebut, Gus Sholah lalu mengutip pendapat Menteri Agama saat itu. “Menurut KH Saifuddin Zuhri (Menag saat itu), yang menganggap bahwa pesantren tidak punya jendela dan pintu adalah mereka yang tidak tahu di mana letak pintu dan jendela (pesantren) itu,” tegasnya, disambut tawa dan tepuk tangan hadirin.

Terkait tantangan ke depan, Gus Sholah melihat bahwa potensi pesantren dalam pendidikan amat besar, tetapi belum termanfaatkan dengan baik. “Ada potensi lain yang bisa dimanfaatkan tapi hampir belum tersentuh, yaitu dalam aspek ekonomi. Inilah salah satu potensi yang akan menjadi bidang garapan dari YP3I dan pihak lain,” tandas lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

Potensi lain yang dimiliki pesantren adalah ajaran wasatiyah (moderatisme) yang diajarkan sejak awal penyebaran Islam di wilayah nusantara. “Islam rahmatan lil alamin yang membuat Islam dan paham kebangsaan (Indonesia) bisa terpadu dan tidak memicu konflik, seperti di banyak negara Timur Tengah,” tandasnya.

Di akhir pidatonya, Gus Sholah menyoroti hubungan Islam dan negara yang mulai terganggu sejak 2016. Baik karena kasus Al-Maidah maupun adanya anggapan bahwa pemerintah memberi angin kepada keluarga PKI dan yang dianggap. “Muncul anggapan, kalau tidak memilih kepala daerah (dan mungkin kepala negara) nonmuslim, maka keindonesiaan, kebhinekaan dan kepancasilaan kita diragukan,” pungkasnya.

Selain diisi orasi Gus Sholah, deklarasi YP3I juga dimeriahkan dengan seminar yang dihadiri oleh Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Haddad dan Sekjen Kementerian Agama Nur Syam. Juga pameran produk unggulan dari berbagai pesantren di Indonesia.

Beberapa kiai dan cendekiawan terkemuka yang tampak hadir antara lain Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori, Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim KH Sholeh Qosim, Imam Besar Masjid Al-Akbar KH Ahmad Zahro, pengurus Masjid Istiqlal KH Muzammil Basuni, Pengasuh Pesantren Darunnajah Jakarta Shofwan Manaf dan Rektor Universitas Darussalam Gontor KH Fathullah Amal Zarkasyi.

Juga, Ketua Umum YP3I Marzuki Alie dan Presiden Indonesian Islamic Business Forum (IIBF) Heppy Trenggono.