Dibalik layar keramaian cerita pembubaran pengajian di Garut

283

Dibalik layar keramaian cerita pembubaran pengajian di Garut

Cerita dibalik hiruk pikuk keramaian issue pembubaran pengajian di Garut, sebuah fakta yang menarik dari tarik ulur kepentingan dan tuntutan masyarakat dengan pemerintah dalam menentukan arah kebijakan pembangunan dengan memasukan issue industri dalam wacana pengembangan ekonomi dan sosial masyarakat.

Kembalikan Garut Menjadi wilayah hijau, tuntutan yang disuarakan oleh rakyat masyarakat sebuah tuntutan yang naif dan radikal. Karena pertumbuhan bersifat permanen dan berangsur terus menuju satu titik yaitu titik kehancuran atau memusnahkan diri.

Namun, tuntutan ini tidak serta merta salah, karena yang dimaksud dengan mengembalikan ini dalam artian pengembangan sikap mental. Mengembalikan kesadaran konservasi, kesadaran agraris,dan maritim. Artinya bagaimana warga Garut tidak terasing dengan alamnya, beramah-ramah dengan lingkungan, mengeksplorasi alam demi kebutuhan keseluruhan warga bukan untuk alat pelupuk kekayaan sebagian pihak apalagi pihak asing. Kesadaran mengelola alam untuk kebutuhan hidup pribadi masyarakat, beranjak dari kesadaran kita sebagai warga yang berada di kawasan hijau.

Perkembangan ini dapat di netral kan kembali ke titik nol secara kualitas perkembangan dan ditingkatkan ulang dari titik nol kesadaran pembangunan. Kembali ke kesadaran konservasi, pertanian dan maritim untuk menuju tingkat pengembangan dari sisi itu dengan mengedepankan aspek inovasi.

Inovasi yang dilakukan bukan inovasi yang melenceng keluar dari aspek historis kabupaten Garut sebagai kawasan hijau pertanian dan maritim. Namun, melingkar spiral dengan peradaban yang ada. Hal ini dimungkinkan agar tidak terjadi kontradiksi yang bersifat antagonis antar warga dan alam serta warga yang memegang erat tradisi dengan warga yang menginginkan pembaharuan diberbagai aspek. Sehingga tidak terjadi konfrontasi yang mengancam kelangsungan hidup masyarakat.

Sosok pembaharu dalam hal ini pemangku kepentingan sering melakukan satu inovasi yang keluar jauh dari akar historis masyarakat dan masyarakat pemegang kukuh peradaban tidak menginginkan perubahan yang justru ingin mengembalikan Garut seperti dahulu kala. Kelompok pertama menganggap bahwa modernisasi adalah harus merombak habis akar historis atau melupakan citra awal, yaitu proyek pembangunan mengadopsi tanpa disesuaikan dengan keadaan objektif masyarakat dan wilayah.  sedang kelompok yang kedua ingin mengembalikan adat yang ada agar tercapai Garut seperti sejak kala, karena modernisasi adalah pemasung kehidupan adat.

Tawaran yang mungkin dapat mendamaikan kedua kelompok ini adalah bagaimana menciptakan pembaharuan dari titik nol awal kesadaran. Yaitu mengembangkan modernisasi tanpa meninggalkan aspek historis kedaerahan dan adat istiadat yang berlaku ditarik ke titik nol yang berkembang secara kualitas. Para pembaharu dalam hal ini aktor pembangunan sebaiknya berperan sebagai anotator dari tata nilai budaya yang ada serta para pemangku tata nilai harus mempunyai kesadaran terbuka untuk melangkah berkembang sehingga proses anotasi peradaban bisa terjadi.

Jadi pada dasarnya warga masyarakat di Kabupaten Garut tidak membutuhkan pertumbuhan industri melainkan membutuhkan inovasi pertanian dan perikanan serta inovasi sarana dan prasarana yang ada. Pertumbuhan industri akan menjadikan kontradiksi antagonis dari manusia dengan alam dan manusia dengan manusia lainnya.

Rasa lama bentuk baru atau bentuk lama rasa baru