Cerpen Abdul Kodir di Hari Toleransi

93

Nak, untuk balon bisa terbang ke atas sana, tidak perduli apa warnanya, mau warna biru, merah, kuning, hijau, warna putih, hingga warna hitam sekalipun, jika balon tersebut diisi dengan gas, ia bisa terbang. Tidak peduli apa warnanya akan tetapi lihat apa isi di dalamnya”. ( dikutip dari cerpen inspiratif, judul “Balon Gas”, penulis Abdul Kodir).

BALON GAS

Kisah ini terjadi pada tahun 1970an di london. Ada seorang bapak tua penjual Balon Gas. Pada tahun itu tekhnologi gas masih tergolong baru dan aneh.

Beda dengan zaman sekarang gas terdapat banyak Jenis, selain gas untuk medis, teanspprtasi, mainan Anak juga ada gas khusus rumah tangga, untuk memasak. Di Indonesia gas rumah tangga biasa disebut Gas Elpiji ( Bahasa dangang).

Kembali ke cerita balon gas, Mainan balon yang melibatkan tekhnologi gas tergolong baru waktu itu. Masyarakat umum tidak banyak tahu menahu tentang keunikan gas yang dimasukan ke dalam balon bisa terbang. Jadi wajar jika peminat mainan balos gas udara yang dijual bapak tua itu sepi pembeli.

Layaknya hukum dagang pada umumnya, sesuatu yang dianggap baru belum tahu kualitas dan fungsinya sepi peminat.

Di tengah sepinya pengunjuk bapak tua mencari ide. Setelah berfikir keras akhirnya menemukan inisiatif yg dipercaya menjadi strategi marketing yakni dengan cara melepas balon tersebut ke udara. Usaha tersebut dilakukan agar menarik perhatian orang-orang di sekitar kota.

Benar saja, saat pembeli mainan balon sepi, dia melepas balon satu-persatu. Dia lepaskan balon pertama warna merah, seketika menarik perhatian orang sekitar. Sesuai pridiksi bapak tua, banyak orang tertarik, mencari sumber dari mana balon diterbangkan. Alhasil selain tertarik mulai ada peminat, mereka yang tertarik dengan keunikan balon bisa terbang memutuskan untuk membeli. begitu seterusnya.

Melepas balon ke udaha secara cuma-cuma dilakukan berkali-kali. Dikala sepi pembeli, bapak tua melakukan strategi melepas balon bertahap dan beda-beda warna. ketika sudah melepas balon warna kuning, berikutnya balon warna biru , putih dan berlaku seterusnya. Buah dari usaha tersebut, balon dagangan bapak Tua laris dan habis.

Balon-balon warna-warni yang berterbangan di udara ternyata mencuri perhatian anak kecil Negro ( sebutan orang berkulit hitam). Anak Negeo tersebut penasaran sekaligus menyimpan pertanyaan penting untuk penjual balon tersebut.

Benar saja, melihat pembeli balon sudah mulai sepi, anak kecil itu mendatangi bapak tua. Anak kecil Negro bertanya, “bapak dari kejauhan saya melihat bapak melepas balon warna-warni itu terbang ke udara sangat Indah, sehingga menarik perhatian orang-orang di sekitar, saya ingin bertanya, kalo balon yang warna merah, hijau, kuning, putih dan biru itu bisa terbang ke udara, bagaimana dengan balon warna hitam, jika dilepas bisa terbang juga tidak pak?”.

Mendengar pertanyaan anak kecil Negro tersebut bapak Tua membalas dengan Senyuman, dan menjawab hati-hati dan kata-kata lembut, namun tegas, “Nak, untuk balon bisa terbang ke atas sana, tidak perduli apa warnanya, mau warna biru, merah, kuning, hijau, warna putih, hingga warna hitam sekalipun, jika balon tersebut diisi dengan gas, ia bisa terbang. Tidak peduli apa warnanya akan tetapi lihat apa isi di dalamnya”.

Mendapar jawaban bijak dari bapak tua penjual balon, anak kecil Negro menangis dan memeluk erat tubuh si bapak Tua.

Semoga kisah di atas menginspirasi kita semua bahwa latar belakang apapun bukan ukuran untuk menjadikan kita bernilai tetapi mental kita yang membuat kita menjadi berharga, bukan apa yang nampak di depan tetapi apa yang ada di dalam jiwa.

Selamat bersantai, selamat berlibur di hari mari minggu.

Tulisan ini saya dedikasikan dalam rangka untuk memperingati hari Toleransi Indonesia.

AK,

Depok, 17 November 2019.

( Sodiqul anwar)