Calon Ketum PMII Harus Bayar Infak 10 Juta, Alumni PMII Jabar Prihatin: Apa Masih ada Kebanggaan Pergerakan dan Perjuangan ?

3039

Bandung, (Ansorjabar Online)

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dijadwalkan akan menggelar Kongres XIX di Palu, Sulawesi Tengah pada Mei 2017. Ketetapan ini berdasarkan hasil rapat pleno PB PMII dengan Badan Pekerja Kongres pada 05 Januari lalu.

Salah satu sorotan luas dari aktivis PMII dari hasil rapat tersebut salah satunya perihal persyaratan bakal calon Ketua Umum PB PMII yang diwajibkan membayar infak sebesar 10 Juta. Sorotan dan kritik juga datang dari sejumlah alumni PMII Jawa Barat.

Bagi organisasi dengan tingkatan mahasiswa, menurut beberapa Alumni PMII Jawa Barat klausul kewajiban membayar infak tersebut dirasa kurang relevan.

“Saya prihatin, uang 10 juta itu untuk sangat besar untuk mahasiswa. Mau dari mana dapat uang sebesar itu ?”, kata Kurnia P Kusumah.

Meraka khawatir, parameter materi model tersebut akan menjadi akar watak pragmatsime yang merusak idealisme kader dan organisasi dalam perjuangan. Alumni PMII Jabar menyarankan agar PB PMII mencari pola rekrutmen dan penjaringan calon ketua umum yang lebih menekankan pada kualitas kompetensi dan integritas kepemimpinan.

“Calon Ketum PB PMII harus bayar 10 juta? Masya Alloh…Sebaiknya dicari cara pemilihan Ketum/Formatur PB PMII tanpa harus bayar begitu. Kalau mau,pasti bisa. Sekian kali kongres sebelumnya juga bisa dan indah banget. Bersaing tanpa bicara duit”, saran salah satu Deklarator Murnajati Kang Maman Muhammad Iskandar.

“Sudah berbeda orientasinya sekarangmah. Pantesan berat zaman sekarang untuk ikhlas berjuang. Pergerakan dan perjuangan sudah dirasuki budaya permainan dan kekuatan uang. Dan jika ini dimulai, apa masih ada kebanggaan perjungan dan pergerakan? Sebaiknya calon Ketum PB PMII itu menekankan pada uji kompetensi, Quality dan capability serta komitmen para kandidat kepada perjuangan pergerakan”, Sambung Kang Saepul Hidayat

Sementara itu, Ketua Mabinda PKC PMII Jabar H. Muchtarom menganggap hal yang wajar ada infak, selama alokasi penggunaannya transfaran. Baginya, yang lebih dikhawtirkan jika dalam arena kongres terjadi jual beli suara untuk memenangkan calon.

“Kalau sekedar biaya pendaftaran masih dipandang wajar selama panitia menyampaikan alokasi penggunaannya. Yang tidak wajar dan selama ini terjadi pada setiap kongres adalah dikhawatirkan adanya jual beli suara dalam perebutan ketua umum. Ini yang harus dikawal”, Ujar Kang H. Muchtarom. (Rus).