Biografi Singkat Mama Syaikhuna KH. Ahmad Faqih, Pendiri Pontren Miftahulhuda Al-Musri’

5297

BIOGRAFI SINGKAT MAMA
SYAIKHUNA KH. AHMAD FAQIH
(Pendiri Pontren Miftahulhuda Al-Musri’)

1. TENTANG KELAHIRAN

Kelahiran Mama KH. Ahmad Faqih berawal dari cerita yang sangat unik dimana sewaktu ayah beliau H.Kurdi Bin Artibah menuntut ilmu di Pesantren Kudang (salah satu pesantren terbesar di daerah Tasikmalaya) sekitar tahun 1907 M. Tak berselang lama H.Kurdi mondok disana. Pada suatu hari H.Kurdi bin Artibah dipanggil oleh gurunya, dan disuruh pulang padahal pada masa itu beliau merasa belum bisa apa-apa.
Tak berselang lama ketika beliau berada dikampungnya, beliaupun menikah dengan salah seorang gadis pilihanya (penulis tidak mengetahui nama istrinya dikarenakan keterbatasan informasi), dan dari pernikahan inilah beliau dikaruniai seorang anak perempuan bernama Rukmini.

Karena beliau teringat perkataan gurunya , bahwasanya beliau akan dikaruniai anak laki-laki yang sholeh, maka beliaupun menceraikan istrinya. Dan H. Kurdipun menikah lagi dengan seorang janda beranak dua yang bernama Hj. Halimah, anak dari Hj. Halimah yaitu Hj. juariyah dan Bapak enjum.
Setelah sekian lama H. Kurdi menanti disertai dengan do’a yang terus menerus terkabulah permohonan beliau dan beliau dikarunia anak laki-laki ya’ni Syaikhuna Almukarrom Mama KH. Ahmad Faqih yang lahir di Kp. Cileunga
Ds. Leuwi Sari Kec. Leuwi Sari. Kemudian lahir pula dua anak laki-laki bernama K.Jamal dan K.Romli, mereka bertiga beda selang usia satu tahun.

2. MASA MENUNTUT ILMU

Mama Syaikhuna KH. Ahmad Faqih Bin H.Kurdi Bin Artibah pertama kali menuntut ilmu ditanah kelahiranya kepada KH. Shobandi, Mama belajar mengaji pada KH. Shobandi hanya mencapai ilmu shorof (itu juga belum tahqiq). Kemudian setelah lulus SR ( Sekolah Rakyat ) sekitar usia 12 tahun Mama menuntut ilmu ke Sukamanah Tasikmalaya kepada KH. Zaenal Mustofa (pahlawan Nasional dan salah satu alumni pesantren KH. Shobandi).

Beliau menuntut ilmu disukamanah kurang lebih sekitar 12 tahun dari tahun 1925-1937 M. Dan adapun guru-guru sorogan Mama pada waktu disukamanah diantaranya: KH. Rukhyat Cipasung, KH. Faqih damini Al-Mubarok Cibalanarik. Dan beliaupun mempunyai kakak kelas sekaligus teman seperjuangan (yang diketahui nara sumber) KH. Mahmud Zuhdi Sumedang. Setelah menuntut ilmu di Sukamanah tahun 1937 M. Beliaupun memperdalam ilmu falaq kepada KH. Fakhrurrozi selama kurang lebih satu bulan pada saat bulan romadhon di daerah Sukalaya Gunung Sabeulah Tasikmalaya. Setelah itu beliau tidak pernah bermuqim dimana-mana lagi, beliau langsung muqim di Kp. Kebon Kelapa Ds. Sumelap Kec. Cibeureum Kab. Tasikmalaya.

Mama KH. Ahmad Faqih Bin H. Kurdi Bin Artibah adalah angkatan ketiga lulusan pesantren Sukamanah, adapun urutan angkatan pesantren Sukamanah diantaranya:

a) Angkatan pertama satu orang yaitu Ajengan Hambali (bermuqim di Ciamis)
b) Angkatan kedua yaitu : Ajengan A. Shobir ,KH. Mahmud Zuhdi dan Ajengan Syamsuddin
c) Ankatan ketiga yaitu: Mama KH. Ahmad Faqih, Ajengan Burhan (Suka Hurip), Ajengan Ma’rif dan Ajengan Emor ( Ranca Paku)

Mengenai KH. Khoer Afandi ( Pendiri Ponpes Manonjaya Tasikmalaya) ketika menuntut ilmu di pesantren Legok Ringgit (di Pesantren muqimin Sukamanah) beliau selalu mengikuti tarkiban
(studi banding) ke Pesantren Sukamanah babadan (angkatan ke-5)

3. PERJALANAN DAN PERJUANGAN MENGAMALKAN ILMU

Sekitar tahun 1938 M setelah menikahi Hj. Juhaenah yang berasal dari Kp. kebon Kelapa Ds . sumelap Kec. Cibeureum, dalam perjalanan pengamalan ilmu, begitu banyak rintangan yang dihadapi beliau, karena pada waktu itu Negara kita masih diduduki oleh kolonial Belanda.

Seiring dengan itu, jiwa patriotisme yang beliau peroleh saat dipesantren mendorong beliau turut serta aktif mempelopori gerakan “Hizbulloh” didaerahnya yang menentang terhadap penjajahan Belanda. Melihat kuatnya aqidah dan jiwa patriotisme beliau, Belandapun menaruh curiga kepada pesantren-pesantren dan sejenisnya yang dianggap akan membahayakan kedudukan mereka. Mama KH. Ahmad Faqih pun sering ditangkap dan keluar masuk penjara.
Pada tanggal 9 Maret 1942 M Belanda dipukul mundur oleh Jepang. Mama KH. Ahmad Faqih beserta kyai lainya dibebaskan kembali setelah mengalami hukuman penjara selama beberapa hari. Akan tetapi ibarat kata “Dari mulut harimau jatuh kemulut buaya” Jepang pun tak ada bedanya dengan Belanda.

Pembuktian sejarah ketika terjadi pemberontakan Sukamanah tahun 1944 M yang dipimpin oleh KH. Zaenal Mustofa. Yang akhirnya meskipun Mama KH. Ahmad Faqih tidak secara langsung ikut serta dalam pemberontakan tersebut namun karena beliau merupakan salah satu alumni dari pesantren Sukamanah Jepang pun berusaha menangkapnya.

Pasca kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 M. Beliau mendirikan pesantren dikampung Kebon Kelapa dikecamatan Cibeureum. Namun Belanda yang terusir dari tanah Indonesia datang kembali dalam Agresi Militer II tahun 1949 M. Keadaan ini tentu saja memberikan pengaruh yang sangat negatif terhadap penyelenggaraan pesantren dan lembaga-lembaga non formal lainya. Dan pada akhirnya Belandapun membakar pesantren yang Mama dirikan dengan susah payah dan tidak hanya itu merekapun berusaha menangkap Mama KH. Ahmad Faqih.

Untuk menghindari dari kejaran Belanda beliau mengungsi ditanah kelahiranya disumelap. Dan pada waktu itu beliau sudah beristri dua ya’ni Hj. Juhaenah dan Hj. Qoni’ah, dan dikaruniai dua orang anak laki-laki yaitu KH. Zaenal Mustofa ( putra dari Hj. Juhaenah) dan KH. Mamal mali murtadlo ( putra dari Hj. Qoni’ah).

Belanda terus saja mengejar beliau, kemudian beliaupun mengungsi ke Kp. Parakan Lisung dan dikampung inilah istri pertama beliau Hj, juhaenah meninggal dunia akibat terkena pecahan bom tentara belanda. Dimana sebelum Hj. Juhaenah meninggal, Hj. Juhaenah sedang mengemban (dalam bahasa sunda artinya mengais) KH. Mamal mali murtadlo, mendengar adanya pesawat tentara Belanda Hj. Juhaenah pun memberikan
KH. Mamal mali murtadlo kepada Hj. Qoni’ah dan seketika itu pula Hj. Juhaenah terkena pecahan bom dan akhirnya meninggal dunia.

Dari parakan Lisung, Mama pindah lagi ke Kp. Cilenga Girang, dari Cilenga Girang pindah lagi menuju ke Kp. Pangkalan kemudian pindah lagi ke Cilengger (persis dikaki Gunung Galunggung). Setelah beberapa bulan di Cilengger beliau beserta keluarga pindah kembali ke Sumelap. Dan ketika berada di Sumelap beliaupun tertangkap oleh Belanda, satu bulan setelelah beliau ditangkap beliaupun dibebaskan kembali karena adanya pengakuan kedaulatan RI dari PBB tanggal 27 Des. 1949 M.

Pada sekitar tahun 1951 M. Mama beserta keluarganya pindah mengungsi ke Cirebon sembari berdagang pakaian dan lain-lain, dan di Cirebon pulalah istri beliau Hj. Qoni’ah kembali melahirkan seorang anak laki-laki yaitu KH. Hilman Abdurrahman.
Sekitar tahun 1952-1953 M. beliau pindah lagi ke Sumelap, dan sekitar tahun 1953 M beliau pindah (sawah/ladang) dan berencana mendirikan pesantren disana, namun karena disana PKI sedang merajalela beliaupun dikepung dan hampir tertangkap.

Kemudian sekitar tahun 1954 M, beliau pindah lagi kedaerah kelahiranya di Sumelap, setelah berada di Sumelap beliau pun dicurigai oleh TRI (Tentara Republik Indonesia). TRI curiga bahwa beliau bersekutu dengan DI/TII ( Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia) yang ditunggangi oleh PKI dan memang berpusat di Tasikmalaya sebagai pemberontak terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, beliaupun sempat tertangkap oleh TRI dan dipenjarakan selama 40 hari disebuah gudang markas TRI di Awipari, disinipulalah beliau mengalami siksaan berat dari oknum TRI, menurut Bpk. Sodikin, anak tiri H. kurdi (putra dari Hj. Halimah) . Pada saat Mama dan rekan-rekan hendak dilindas oleh oknum TRI menggunakan kereta api seketika itu pula kereta tersebut mendadak berhenti dan pada akhirnya Mama dan rekan-rekan selamat dari kekejaman oknum TRI.

Adapun rekan-rekan Mama yang hendak dilindas antara lain:

• Abah Abas
• Ajengan Rosyidin (murid Mama dari kebon Kelapa)
• Abah Ahmad ( Ajengan Karang Anyar)
• H. Latif

Pada sekitar tahun 1956 M. beliau ikut mengajar di Pesantren Cilendek yang dipimpin oleh Kyai Bahrum/Ajengan Enoh ( Adik kelas Mama sewaktu menuntut ilmu di Sukamanah) sambil mengungsi.

Pertikaian antara DI/TII dan TRI membawa pengaruh buruk bagi Mama KH. Ahmad Faqih sebagai seorang Kyai di Pesantren Cilendek. TRI menganggap beliau berskutu dengan DI/TII begitu juga sebaliknya.
Sekitar tahun 1956 M Mama KH. Ahmad Faqih dibawa oleh KH. Ahmad Karang Anyar yang berasal dari Sumelap menuju kedaerah Pasir Honje Ds. Kerta Jaya Kec. Ciranjang, Kab. Cianjur kekediaman Mang Khudori kakak dari KH. Ahmad ( yang membawa KH. Ahmad Faqih) beserta delapan orang santri.

Adapun delapan orang santri tersebut diantaranya:

a) Ma’sum Cibeas
b) Ma’sum Awilega
c) Husna Suka Hurip
d) Unang Cilenga
e) Aa KH. Zaenal Mustofa
f) Majid Nyantong
g) Rapi’i Nyantong
h) Abdulloh Ciatall

Karena di Pasir Honje masih dalam keadaan darurat, maka Mamapun pindah lagi ke Kp. Ngamprah, dari Ngamprah pindah lagi ke Sukaweuning dan dari Sukaweuning pindah lagi ke Kp. Ciendog sampai sekarang

4. SILSILAH KEGURUAN MAMA

KH. Zaenal Mustofa Sukamanah, beliau menuntut ilmu didaerah Cantayan, Gunung Puyuh Sukabumi ( di Pesantren Alm.KH. Sanusi), selama kurang lebih tiga tahun. Kemudian beliau ( KH. Zaenal Mustofa) disuruh meneruskan menuntut ilmu kepada KH. Shobandi dengan tujuan menamatkan kitab jam’ul jawami’ sekitar kurang lebih tujuh tahun hingga bermuqim di Sukamanah.

Mama KH. Shobandi muqim dan menuntt ilmu di Mekah Almukarroamah selama empat belas tahun ( antara tahun 1903-1917 M). Dan juga pernah berbarengan dengan KH. Hasyim Asy’ary Tebuireng Jombang ( pendiri Nahdlotul Ulama).
Adapun guru-guru KH. Shobandi pada waktu menuntut ilmu di Mekah, yaitu para Ulama dari jajaran Madzhab Syafi’I diantaranya:

• KH. Mahfud Bin Abdulloh Termas
• KH. Abdul Wahhab Minangkabau

Mereka adalah Ulama Indonesia yang bermuqim di Mekah sekaligus menjadi guru dari jajaran Madzhab Syafi’i.

Keteranang ini diambil dari catatan buku sejarah Mama KH. Ahmad Faqih yang ditulis oleh Agus Ramdhani tahun 2002 dan direvisi oleh Abdul Wahid Masykur tahun 2012
Dengan nara sumber diantaranya:

• KH. Mamal Mali Murtadlo. Lc
• K. Mukhtar sholeh. BA
• KH. Hilman Abdurrahman

Pontren Miftahulhuda Al-Musri’
Panitia Haul 1438 H/2017 M