Bawa Pesan Perdamaian, Suami Istri Asal Malang Tiba di Kota Bekasi

603

Bekasi Selatan, (AnsorJabar Online),-
Hakam Mabruri dan Rofingatul Islamiah memiliki sebuah visi untuk menyampaikan pesan perdamaian ke seluruh dunia. Lantas, bagaimana mereka menjalankan misi tersebut?

Pasangan suami istri ini (keduanya berusia 34 tahun) bakal bersepeda keliling dunia sejauh 17 ribu kilometer. Menggunakan sepeda tandem, Hakam dan Rofingatul berangkat dari Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada Sabtu pagi, 17 Desember.

Kini mereka sudah sampai Kota Bekasi dan singgah di Kantor Sekretariat GP Ansor Kota Bekasi Jalan Veteran No.22, Kelurahan Margajaya, Kecamatan Bekasi Selatan.

Kedatangan mereka pun disambut baik oleh kader Ansor dan Banser Kota Bekasi, rencananya mereka akan menuju GP Ansor Pusat Jakarta dan akan menemui Yeni Wahid anak mendiang Mantan Presiden Abddurahman Wahid atau Gusdur sapaan akrabnya, selanjutnya mereka akan membuat Pasport dan Visa guna perjalanan selanjutnya menuju Cairo Mesir.

Berbekal sepeda tandem yang dikayuh berdua, mereka akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota masyarakat yang berasal dari suku, agama, dan negara berbeda. Mereka berharap dapat menemui komunitas agama untuk menyampaikan pesan perdamaian.

Pertemuan dengan para komunitas ini akan difasilitasi oleh komunitas sepeda tempat mereka singgah dan lembaga Peace Generation yang beranggotakan tokoh lintas iman yang tersebar di seluruh dunia. Komunitas-komunitas inilah yang akan menjalin komunikasi dengan kelompok agama lain.

Hakam mengatakan, untuk misi perdamaian ini dibutuhkan dana sebesar Rp95 juta. Namun menurutnya sampai saat ini baru terkumpul Rp10 juta yang berasal dari penjualan cinderamata “Holy Journey Cycling Trip” dan donasi dari berbagai pihak.

Hakam mengakui bahwa awalnya banyak yang meragukan niatan dirinya beserta istri berkeliling dunia dengan bersepeda.

“Tekad saya bulat, yang penting berangkat dulu,” kata dia saat berbincang dengan Bekasi Ekspres, Senin (9/1)

Hakam sebelumnya tiga tahun lalu telah bersepeda melintasi Indoensia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Tak hanya bersepeda, ia juga membawa misi untuk menyetop perdagangan dan perburuan penyu. Saat itu, ia melakukannya sendirian.

“Keliling dunia dengan sepeda tandem pertama di Indonesia,” kata Hakam tentang misinya kali ini bersama sang istri.

Perjalanan mereka dimulai dengan menyusuri makam Wali Songo. Mereka berziarah sekaligus mengambil spirit para Wali Songo yang menyebarkan Islam dengan penuh perdamaian. Tak ada kekerasan dan cenderung merawat keberagaman dalam penyebaran para wali, yang disertai dengan memperkuat kearifan lokal.

Para Wali Songo, kata Arkham, menggunakan pendekatan budaya seperti membuat gong sekaten dan wayang untuk berdakwah agama Islam. Sehingga Islam diterima secara luas di Nusantara dan mayoritas warga ikut memeluk Islam.

“Ada akulturasi budaya. Masjid di Kudus secara arsitektur mirip pura, tempat suci agama Hindu” ujar Hakam.

Setelah berziarah ke Wali Songo, mereka melanjutkan keliling Indonesia dan masuk ke Malaysia. Hakam juga berencana masuk ke Myanmar meski tengah dilanda konflik. Seorang aktivis di Myanmar akan memandunya masuk menyampaikan pesan untuk menghentikan kekerasan terhadap etnis Rohingya.

“Jika aman, kita akan masuk Myanmar,” ujarnya.

Tak banyak bekal yang dibawa, selain dua pasang pakaian, obat-obatan, suku cadang sepeda, bahan makanan, dan peralatan tenda. Untuk berkomunikasi dengan penduduk lokal, mereka akan dibantu oleh tim di setiap daerah.

“Saya berbahasa Inggris, suami berbahasa Arab,” kata Rofingatul.

Mereka telah mencetak brosur dan tulisan mengenai kondisi Indonesia yang beragam suku bangsa, agama, dan keyakinan namun tetap terjalin perdamaian. Brosur ini akan disebarkan di komunitas lintas iman yang akan ditemui di setiap negara yang dilintasi. Isu keberagaman dan menghargai agama minoritas akan menjadi pesan utama.

Ketua Gerakan Pemuda Ansor Cabang Kota Bekasi, Muhammad Jupri, mendukung ekspedisi yang dilakukan Hakam dan istri. Sebagai anggota Banser, Hakam diyakini dapat menjadi duta perdamaian untuk dunia.

Sekaligus ia berharap Hakam dan Rofingatul bisa menyampaikan pesan potret rakyat di nusantara yang hidup damai dan saling menghormati meski hidup dengan lain suku, agama, dan budaya.

“Kearifan lokal harus terus dirawat. Toleransi dijaga dan merawat (moch. Jufri)