Banser di bully, siapa bermain?

647

Banser di bully, siapa bermain?

Banser tidak otonom atau tidak berdiri sendiri, Banser adalah kepanjangan dari “Barisan Ansor Serbaguna”, jadi Banser bagian dari Gerakan Pemuda (GP) Ansor. GP Ansor adalah Organisasi Kader Pergerakan Pemuda Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan di Banyuwangi, 24 April 1934.
GP Ansor memiliki 2 perangkat di dalamnya, Barisan Ansor Serbaguna (Banser) dan Majelis Djikir dan Shalawat (MDS) Rijalul Ansor.

Organisasi yang usianya lebih tua dari Republik ini tentu memiliki kematangan dalam sistem organisasinya. GP Ansor adalah organisasi kader, perekrutan nya menggunakan sistem pelatihan berjenjang dari tingkat Pimpinan Cabang (PC), Pimpinan Wilayah (PW) hingga tingkat Pimpinan Pusat (PP). GP Ansor telah memiliki kepengurusan di seluruh Pimpinan Wilayah Propinsi, Pimpinan Cabang Kota / Kab, Pimpinan Anak Cabang (PAC), hingga kepengurusan Ranting tingkat kelurahan di seluruh wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Jadi pertanyaan Kenapa akhir – akhir ini Banser yang sering di bully? Saya akan mencoba menelaah dan melihat dari beberapa sisi mengenai pertanyaan tersebut. Pertama mengenai “eksistensi”, eksistensi GP Ansor dengan Bansernya sangat sistematis dan masif dalam hampir 10 tahun ini, sistem kaderisasi dan organisasi di bangun sangat agresif untuk pengembangan kuantitas dan kualitas kader. Hampir setiap minggu di tiap wilayah di Indonesia ada proses pelatihan serta kaderisasi di GP Ansor. Dengan demikian secara kuantitas jumlah anggota Banser meningkat sangat significant.

Kedua, mengenai Ideologi dan Visi Misi Organisasi. Organisasi pergerakan Pemuda Nahdlatul Ulama ini punya garis tegas menjaga ajaran Ahlu sunnah wal Jamaah, serta membangun karakter kadernya yang patriotik dengan nilai – nilai luhur cinta tanah air. Bahkan GP Ansor berhasil membumikan slogan “Hubbul Waton Minal Iman” cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Dapat di bayangkan bagaimana bergelora nya makna Cinta Tanah Air masuk dalam tiap sendi jiwa dan pikiran tiap kader untuk di yakini dan di imani bahkan di implementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Ketiga, mengenai arah pandangan dan pilihan Politik GP Ansor. Pada dasarnya GP Ansor tidaklah ikut pada tatanan Politik Praktis, meskipun organisasi tidak membatasi setiap kadernya untuk berpolitik, karenanya banyak dari kader GP Ansor masuk di berbagai Partai Politik di Indonesia. Namun ada catatan khusus bahwa kader GP Ansor tidak akan masuk di salah satu Partai, karena Partai tersebut dipandang berbeda secara garis Ideologi pemikiran dan pergerakan. Selanjutnya, pada 2 periode Pemilihan Presiden GP Ansor dianggap telah mendukung salah satu Capres yaitu Jokowi, padahal dalam pelaksanaannya tidak sedikit kader GP Ansor yang berada di salah satu pendukung lawan Jokowi.

Dari ketiga indikator tersebut barulah kita akan dapat mulai terbuka melihat “siapa yang bermain?” Membully Banser dilakukan secara masiv, di sebarkan sedemikian rupa di tiap individu media sosial, group medsos bahkan dalam pertemuan – pertemuan pengajian. Mereka pun berhasil mendesign memontum dan pola untuk mendeskreditkan Banser. Bahkan mereka berhasil menggiring opini dari sebagian masyarakat yang terbawa arus ketika pilpres tidak memilih Jokowi untuk ikut membully banser.

Kelompok ini tidak lagi memikirkan stabilitas nasional atau bahkan tegaknya NKRI, karena memang tujuan mereka pada dasarnya adalah merebut Kekuasaan Negara dengan berbagai cara termasuk adu domba, bukan menegakan agama dengan dalih dakwahnya. Setelah mereka membombardir habis stabilitas nasional dengan isu agama hasilnya tidak significant, kini mereka mendesign untuk mengganggu stabilitas nasional dengan isu nasionalisme. Semua gerakannya bermuara agar terciptanya konflik sosial hingga terjadinya benturan antar rakyat sipil bahkan membentuk konflik dengan Pemerintahan Negara yang Sah secara Konstitusional. Selain daripada itu kemungkinan besar ada partai politik yang ikut meramaikan konflik ini untuk ambil keuntungan secara politis.

Saya sering menekankan bahwa jika kita semakin terbawa arus konflik pada dasarnya kita semakin terbodohkan. Menyebar informasi bohong atau hoax, ujaran kebencian dan adu domba adalah bentuk teror pembodohan bagi masyarakat. Kita yang sadar harus cerdas dapat menahan diri, untuk tidak terbawa arus tersebut. Tidak ada satupun dari anak bangsa yang di untungkan dengan konflik, yang ada hanya tangis dan penderitaan. Jangan biar GP Ansor seakan sendirian jaga rumah besar NU, kita yang tidak bersaudara dalam agama adalah saudara dalam kemanusian dan saudara sebangsa setanah air.

Hasan Muhtar
Sekretaris GP Ansor Kota Bekasi