AWAL KEMUNDURAN BANGSA

293

Oleh : Yayu Nurhasanah *)

Kini bangsa Indonesia sedang dilanda wabah penyakit sosial dan hati. Di berbagai daerah pasti ada saja satu dua keributan entah itu mengatasnamakan NKRI atau Agama. Yang jelas, sifat egoisme dan merasa paling benar sudah melekat di kehidupan sehari-hari.

Faktor yang membuat suatu bangsa sulit maju adalah pikiran yang sempit dan picik. Pikiran yang sempit dan picik ini dimiliki oleh orang-orang yang merasa dirinya selalu benar, paling hebat, paling pintar, paling senior, paling berpengalaman, paling relijius, dan paling-paling yang lainnya. Karena merasa diri paling, maka orang itu tidak mau menerima saran, kritik, ide baru dan juga perubahan. Orang yang berpikiran sempit dan picik, senangnya hanya mengatur dan mendikte orang lain, apa yang boleh dan apa yang tidak. Orang dengan tipe ini menganggap bahwa hidup tidak akan berjalan tanpa dirinya. Narsisnya luar biasa.

Bila orang dengan tipe ini tidak suka pada sesuatu, maka ia akan menentang habis-habisan dengan alasan agama dan ideologi lainnya, untuk membenarkan ketidaksukaannya. Ingat bagaimana Cina membentengi dirinya sedemikian rupa, karena takut paham/ideologinya terganggu. Mereka takut bahwa orang asing akan membawa paham/ajaran/isme lain, di luar komunisme yang dapat membahayakan ideologi negara mereka. Dulu rumah penduduk dirazia, untuk memastikan apakah ada buku-buku yang membahayakan ideologi mereka. Bila polisi menemukan buku-buku yang dianggap berbahaya dan menyesatkan, maka buku-buku itu akan dibakar dan pemiliknya di penjara.

Awalnya biasa, kemudian ada salah satu pihak berkomentar dengan bahasa yang ambigu atau tidak dipahami sehingga menimbulkan kesalah pahaman, dan berakhir pada media dengan membawa berita hoax.
Dari sini, penyakit berawal.

Secara umum, mengemukakan pendapat atau berbicara adalah hak semua orang. Terserah, apapun yang dibicarakan itu adalah haknya. Tapi, ketika lidah tak bertulang dipakai seenaknya, maka gejala penyakit akan berdatangan. Dimulai dari suudzon, ghibah sampai fitnah. Seolah itu semua sudah menjadi sifat yang membudaya. Padahal jelas-jelas Agama sudah melarang dalam ayat alqur’an dan hadist.

Penyakit inilah yang menimbulkan perselisihan, ketika NKRI dan Agama diributkan, padahal keduanya sangat penting bagi aspek kehidupan. Yang satu teriak takbir, yang satu lagi teriak merdeka atau mati. Keduanya berteriak sambil mengepalkan tangan, seolah apa yang dipilih adalah yang paling benar.

Penyakit-penyakit sosial sendiri menurut
James Vander Zenden adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
Ketika kita melihat situasi toleransi di Nusantara yang seperti ini, maka langkah awal adalah mencari obatnya.

Obat yang terpenting dalam upaya mengembalikan keadaan menjadi sehat salahsatunya adalah mensterilkan kembali pemikiran yang sempit dan sifat arogan, merasa diri paling benar dan suci.

Hal itu membuat bangsa menjadi mundur. Jika di analogikan sajadah dan kepala itu tak ada bedanya.
Sajadah itu alas untuk beribadah, pakai atas tidak, takkan jadi masalah. Yang jadi masalah adalah tak bersajadah tapi tempatnya kotor dan tidak layak.

Kepala adalah alas untuk berfikir, mikir atau tidak ya nggak masalah. Yang jadi masalah adalah berakal tapi isinya kotor dan tidak layak.

Bisa kita lihat letak kesalahan yang fatal adalah ada pada kesalahan dalam ber dialektika, Lidah memang tak bertulang, tapi tajam nya bisa melebihi pedang.

Salah ucap sedikit saja, bisa jadi wabah penyakit fatal yang menyebar.

Orang-orang yang tidak menerima perbedaan, menganggap diri selalu benar, paling pintar, paling senior, paling tahu, dan paling-paling yang lainnya, akan membuat kelompok mengalami stagnasi, berputar dalam lingkaran. Orang-orang yang berpikiran panjang dan luas bisa menerima perubahan, menghargai perbedaan, terbuka untuk kemajuan dan memandang positif dari hal atau kejadian yang paling negatif sekalipun. Orang-orang dengan tipe ini bila berada dalam kelompok atau komunitas, akan membawa kelompok atau komunitas tersebut menuju kemajuan yang signifikan karena kemajuan hanya dimiliki oleh orang-orang yang mau terbuka, rendah hati, positif dan belajar. Mereka tidak pernah merasa diri hebat, apalagi mengklaim diri hebat. Ilmunya hanya ilmu padi, makin berisi makin menunduk. Karena orang yang terbuka dan tidak berpikiran sempit selalu memandang bahwa dari orang yang paling kecil pun, ia bisa belajar banyak dari mereka atau dari hal yang paling keliru pun, ada hal positif yang bisa diambil.

*Mahasiswa STAI Dr.Khez. Muttaqien Purwakarta dan Kader PMII Kab. Purwakarta