Agamaku Bukan Agama “Pendendam”

63

Aku pernah mendengar teriakan “Laknatullah” keluar dari lisan seorang yang mengaku beragama dalam keadaan sadar. Bahkan dengan sewenang-wenang ia mengatakan pada seorang atau sekelompok orang yang menurutnya “berbeda” dengannya (entah dalam pandangan atau apa) dengan sebutan “kafir”. Sungguh, menurutku itu bukanlah hal yang pantas diucapkan oleh lisan-lisan orang yang beriman kepada-Nya.

Aku juga pernah dikatai demikian oleh seorang yang beragama sama denganku. Kepercayaannya sama denganku, tuhannya masih sama denganku, kitab sucinya masih sama denganku, Ibadah dan tempat ibadahnya masih sama persis denganku, hanya saja pandanganku dan pandangannya mengenai suatu hal nampak sedikit berbeda. Sungguh, menurutku itu bukanlah masalah karena perspektif setiap manusia itu berbeda.

Namun,dengan lantang ia mengatakan kepadaku perkataan yang aku tidak menyangka itu akan keluar dari lisan seorang yang beragama. Yakni perkataan kasar, perkataan kotor, bahkan fitnah yang mengatakan dan menuduh bahwa aku adalah seorang kafir yang telah lama murtad.

Hay, bukankah Agama kita tidak mengajarkan yang demikian? bukankah agama kita adalah agama yang penuh rahmat, pemersatu seluruh alam?. Janganlah dibuat perspektif seakan agama kita ini keras, egois dan sangat menekan.

Sehingga dengan semena-mena kau tuduh ini itu yang tak sepemahaman denganmu adalah salah. Bisa jadi memang dia masih awam, maka bimbinglah dia, bukan malah kau cemoohi dia. Atau bisa jadi ilmu-nya sudah lebih tinggi darimu, namun ia berlaku tawadhu’, tidak merasa paling cerdas, paling tinggi ilmunya sampai tanpa hati mengatai dengan perkataan buruk pada sesama saudaranya.

Agamaku bukan agama pendendam. Ia santun dengan siapa saja yang juga santun dengannya. Ia ramah dengan siapa saja yang juga ramah dengannya. Ia bersahabat dengan siapa saja yang juga menganggapnya sebagai sahabat. Ia bagaikan pohon berdaun hijau lebat yang siap meneduhkan siapa saja yang berlindung dibawahnya.

Agamaku agama damai. Dengan yang tak sefaham pun ia bertoleran namun dalam batas yang ditentukan. Agamaku agama penyayang, ia menyayangi siapa saja yang layak disayang. Agamaku agama penuh cinta kasih, Ia menebar kasih pada siapapun yang layak dikasihi.

Ya, itulah agamaku. Agama santun yang menuntun. Agama damai penuh cinta kasih, bukan agama keras yang mengajarkan kekerasan. Bukan pula agama yang memusuhi toleran, terlebih agama yang suka mencaci-maki sesama saudaranya, mencari aib saudara untuk dijadikan bahan canda tawa.

Agamaku agama mulia, didakwahkan dengan mulia, berkembang dengan mulia dan juga menghasilkan orang-orang yang mulia, Kyai, Ulama dan cendekiawan yang bersahaja, mereka yang mecintai Indonesia dengan segenap jiwa dan raganya.

Agamaku agama mulia, bukan agama pendendam yang selalu memusuhi sesama manusia. Agamaku tak layak di gunakan hanya untuk kepentingan politik saja. Agamaku, bukan agama yang rakus jabatan dunia.

Agamaku bukan agama pendendam.
Vinanda Febriani.
Borobudur, 21 November 2017.